Waktu kami sudah akan menikah, saya mengatakan pada Fini bahwa saya tidak ingin ia bekerja di kantor tapi kalau dia mau membuat sebuah bisnis yang berbasis di rumah, akan saya dukung 100%. Mama saya seorang ibu rumah tangga, Papa seorang pegawai negeri yang setiap hari kerja berangkat ke kantor. Dalam pemahaman saya, seorang ibu selalu ada di rumah jadi saya ingin Fini selalu ada di rumah untuk anak saya. Tentu bukan berarti dia tidak bisa kemana-mana, saya hanya ingin Fini tidak bekerja di kantor seperti Papa saya.

Fini yang tidak suka memasak ternyata bersemangat sekali membuat kue dan walaupun masih kecil-kecilan, bisnisnya sudah mulai jalan. Sekarang Fini hampir setiap hari membuat kue sambil mengurus Caka. Awalnya Fini mencoba-coba ini-itu, banyak sekali percobaannya. Kue mangkok, cake, tart, biskuit, macam-macam. Sekarang Fini mulai menjual kue-kue buatannya, ada yang dijual langsung di toko dan ada juga pesanan untuksouvenir acara pernikahan.

Gara-gara siaran “DC Cupcakes” di televisi, Fini jadi keranjingan membuat cupcake sendiri. Ternyata sekarang sedang ada demamcupcake, saya pikir barangkali karena siaran itu. Saya sih senang, di rumah jadi selalu ada camilan untuk disantap sambil minum kopi atau teh sore-sore. Fini sudah mencoba banyak hal tapi ternyata kue yang membuatnya jadi bergairah, yang dibicarakan hanya kue dan ia membayang-bayangkan berbagai macam kreasi. Ia juga jadi bercita-cita, suatu saat bisa punya toko kue sendiri. Ternyata Fini bukan hanya sedang bikin kue, dia sedang membangun impiannya.

Masalahnya, karena sekarang membuat kue sudah bukan lagi sekedar hobi, saya tidak bisa lagi sembarangan mencomot kue bikinan Fini. Biasanya saya dapat kue yang agak hangus atau yang tidak laku terjual. Selain dari itu, saya juga bertugas mengantarkan kue ke Tobucil, tempat Fini menjual kue mangkok buatannya. Tapi kalau Fini sedang membuat sebuah resep baru, saya adalah juru cicip pertamanya.