Yus dan Ami, sepasang suami istri sahabat saya sejak lama sekali, sedang mengadakan perjalanan naik motor keliling Sumatera. Dalam perjalanan mereka melewati kota Bengkulu, mereka sempat mampir ke rumah yang dijadikan museum pengasingan Ir. Soekarno dulu dan ke Fort Marlborough, sebuah benteng yang dibangun selama 6 tahun oleh koloni Inggris di Nusantara dan mulai berfungsi tahun 1719. Yang membuat saya terkesima adalah, ada bagian-bagian tembok dan lantai yang masih asli, kondisinya masih bagus. Warnanya putih, tidak retak dan tidak berlumut, padahal usianya sudah hampir 300 tahun dan berada di luar ruangan, dalam kondisi terpapar hujan dan panas di lingkungan pantai yang berkadar garam sangat tinggi. Dan karena benteng tersebut dibangun pada tahun 1700-an, berarti semua bahannya alami. Saya tidak tahu ada bahan alami yang bisa kuat menahan terpaan cuaca ekstrim selama itu. Kok bisa? Apa bahannya? Bagaimana teknik pembuatannya? Teman saya bilang konon salah satu material yang digunakan adalah serbuk marmer, tapi sisanya kami tidak tahu. Material lainnya apa, pengikatnya apa, semua masih misteri. Bagi saya itu adalah sebuah rekor konservasi. Sebagai seniman yang menyadari bahayanya iklim tropis bagi konservasi karya seni, saya selalu tertarik pada masalah konservasi dan ini adalah sebuah contoh nyata yang luar biasa. Bayangkan, kalau kita mampu membuat tembok dengan mutu sebaik itu, kita bisa punya lukisan dinding yang kuat selama ratusan tahun seperti di Eropa. Dan yang lebih penting lagi, mungkin teknik pembuatan tembok dan lantai yang lestari itu bisa diadaptasi untuk pengolahan material untuk persiapan kanvas lukis, benda seni yang sangat banyak populasinya di sini. Saya senang bisa mendapat informasi ini, seperti punya harapan. Sekarang tinggal mencari tahu apa materialnya dan bagaimana teknik pembuatannya. Terima kasih untuk Yus dan Ami. Anda bisa mengikuti kisah petualangan mereka yang seru melalui tautan ini. Foto di atas dipinjam dari situs Travel Kompas ini.