Bhakti dan Mariana

black-decadeKehadiran Mariana di RSJ Bening Batin membawa kesegaran baru sekaligus rasa cemburu. Walaupun Mariana berusaha untuk tidak menonjolkan diri, kecantikan dan caranya membawa diri membuat banyak orang suka, terutama para dokter, perawat laki-laki bahkan para pasien dan pengunjung. Beberapa perawat perempuan senior merasa terganggu karena pusat perhatian para dokter melenceng padanya, bukan lagi pada mereka. Mariana amat sadar dengan situasi ini jadi bila ia merasakan sedikit tekanan di sana-sini saat bekerja, ia memakluminya dan berusaha tidak mengambil hati. Lepas dari beberapa tekanan yang ia rasakan di tempat kerjanya, Mariana senang bekerja di sini. Ini sebuah rumah sakit jiwa, suasananya berbeda sekali dengan rumah sakit umum biasa. Para pasien yang dirawat biasanya berada dalam kondisi emosional yang relatif stabil, yang kurang stabil biasanya diberi obat penenang supaya tidak agresif. Sekali-sekali rumah sakit yang tenang jadi heboh karena ada pasien yang kumat tetapi itu tidak terlalu sering terjadi. Secara umum rumah sakit ini sangat tenang. Mariana sering jatuh iba sekaligus geli melihat para pasien, mereka benar-benar tidak bisa diduga. Semua pasien memiliki kisahnya sendiri-sendiri, seperti sang Direktur yang masih melambai-lambaikan selembar tiket bis kumal yang ia kira cek senilai 3,5 trilyun rupiah. Selain sang Direktur, masih ada banyak pasien lain namun ada satu pasien yang mengundang rasa ingin tahu Mariana.

Ia tampan, usianya belum lagi 30 tahun. Kecuali rambutnya yang agak panjang dan sering berantakan, ia sungguh tampan dengan kulit yang berwarna agak terang. Badannya cukup atletis walaupun tidak terlalu tinggi dan berbeda dengan para pasien skizofrenia, yang satu ini tidak banyak omong dan murah senyum. Senyumnya pun manis sekali. Ia hanya menulis dan membaca tidak ada hentinya. Hal itu membuatnya jadi aneh karena di antara para pasien lain, ia justru kelihatan sibuk bekerja. Mariana diberi tahu bahwa ia adalah seorang penulis tapi kenapa ia jadi ada di sini tidak ada yang benar-benar tahu. Yang memasukkannya ke rumah sakit ini adalah perusahaan, bukan keluarganya. Biaya perawatannya pun ditanggung perusahaan. Laki-laki tampan itu bernama Bhakti, kumisnya tidak pernah tumbuh lebih dari dua milimeter, ia bisa bercukur sendiri. Karena tampan dan pembawaannya yang tenang, para perawat perempuan senang mengurusnya, termasuk Mariana.

“Bhakti, kau perlu apa? Mengapa berkeliaran kemari?” seorang perawat mendekati Bhakti yang masuk ke ruangan para perawat.
“Aku ingin baca beberapa buku, bagaimana caranya, ya?”
“Buku apa?”
Bhakti menyerahkan secarik kertas, isinya daftar buku-buku, ada sekitar 20 buku di dalam daftarnya.
“Hm, aku tak pernah membaca buku-buku seperti ini.”
“Coba aku lihat.” beberapa perawat mengerumuni daftar itu. Semua adalah buku sastra berbahasa Inggris.
“Maaf, Bhakti. Kami tidak bisa membantu. Tapi biar daftar ini disimpan di sini dulu, nanti akan kami tanyakan pada Prof. Budiman.”
“Terima kasih.” Bhakti tersenyum manis  kemudian berlalu meninggalkan ruangan itu. Sang Perawat mencium daftar itu lalu menempelkannya di dada.
“Oh, Bhakti. Andai saja kau tidak gila. Jadi simpananmu pun aku rela.”
Yang lain tertawa terbahak-bahak. Mariana memerhatikan mereka dari jauh lalu melihat Bhakti berjalan menuju ruangannya melewati selasar di sebelah taman hijau, melewati seorang kakek yang duduk di kursi roda dengan pandangan kosong, air liurnya memanjang membasahi celananya. Tidak seperti para pasien lain yang membangkitkan rasa iba pada Mariana, Bhakti lebih menumbuhkan rasa ingin tahu. Ia kelihatan normal sama sekali. Apa kisahnya? Mengapa ia bisa dirawat di tempat ini? Sejak Bhakti dirawat sebulan yang lalu, ia tidak pernah diberi penenang, hanya stabilisator saja sehari sekali. Ia juga tidak pernah histeris atau apapun juga yang aneh-aneh. Ia seperti menyewa kamar saja di rumah sakit ini dan anehnya ia seperti tidak terganggu dengan para pasien yang lain walaupun ia memang tidak berinteraksi dengan mereka.

“Prof, kalau boleh saya tahu, kenapa Bhakti dirawat di tempat ini? Dia kelihatan normal.” Mariana akhirnya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. Prof. Budiman menjawab sambil tersenyum.
“Depresi bipolar. Terakhir kali ia histeris di rumahnya dan membakar mobilnya sendiri.”
“Tapi kenapa dia kelihatannya tenang di sini?”
“Barangkali perubahan suasana dari tempat tinggalnya. Dia dibawa ke sini oleh perusahaan penerbit bukunya, kelihatannya mereka ada ikatan kontrak yang belum selesai. Aneh juga, ya? Di sini kelihatannya dia malah produktif menulis dan membaca.”
Prof. Budiman menunjukkan daftar buku yang diinginkan Bhakti.
“Dari mana kita bisa dapat buku-buku seperti ini? Ini buku terbitan luar negeri semua.”
Mariana melihat daftar itu dengan seksama.
“Kalau Bapak mau, saya bisa cari tahu. Biar saya cari di internet.”
“Kau bawa sajalah daftarnya. Beritahu aku besok, ya.”

Keesokan harinya Mariana menyerahkan daftar itu pada Prof. Budiman.
“Bagaimana? Bisa dibeli di internet?”
“Sudah saya beli semua.”
“Dengan uangmu sendiri?”
“Tidak apa-apa. Saya membeli buku-buku bekas jadi tidak terlalu mahal. Kira-kira dua minggu lagi buku-buku itu sampai.”
“Kau berikan saja tanda terimanya padaku, nanti kita tagihkan. Nah, Bhakti tentu senang sekali. Kau beritahu saja dia.”
Mariana mengangguk dan berlalu. Ia menuju ruangan Bhakti dan mengetuk pintu yang terbuka.

“Mariana? Masuklah.” Bhakti tersenyum.
Ada sepercik rasa suka di dalam batin Mariana mengetahui Bhakti mengingat namanya. Ia masuk ke dalam ruangan. Bhakti sedang menulis di mejanya. Di atas meja dan di tempat tidur ada banyak buku bertumpuk-tumpuk.
“Bukumu banyak sekali.”
“Ini buku-buku bagus. Kau boleh pinjam kalau mau baca.”
“Bahasa Inggrisku tidak terlalu bagus.”
“Ada juga yang berbahasa Indonesia dan terjemahannya bagus.”
“Bhakti, aku hendak memberitahu, buku-buku yang ingin kau baca sudah dibeli dan dua minggu lagi akan sampai di sini.”
“Bagus, bagus.” Bhakti mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Nah, sekarang, tolong belikan yang ini.”
Ia menyerahkan daftar baru berisi tulisan tangan yang tidak terlalu bagus tetapi jelas dibaca. Isinya daftar macam-macam buku. Daftar itu panjang, isinya sekitar 70 buah judul buku.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s