Kecemasan Kreatif

“Di Gerbang Keabadian”, litografi. Vincent van Gogh, 1882

Untuk waktu yang lama, bahkan dampaknya masih terasa sampai sekarang, saya tidak bisa berkarya akibat depresi. Saya mengalami kesulitan fokus saat berkarya, suara-suara pikiran saya terlalu berisik dan saya tidak bisa cukup berkonsentrasi bahkan untuk menyelesaikan satu kanvas kecil. Sekarang sih sudah tidak seperti itu, tapi rasanya sudah sejak tahun 2016 lalu, saya merasa kesulitan menyatukan pecahan-pecahan gagasan menjadi sebuah ide yang solid. Sulit bagi saya untuk menemukan “ide brilian” (apapun artinya itu).

Saya sudah sering menyinggung soal kreativitas dan kecemasan dalam artikel saya. Bila Anda mengikutinya, Anda tentu memahami bahwa mereka yang memiliki minat, bakat dan profesi kreatif memang rentan terhadap gangguan emosional, termasuk kecemasan dan depresi. Itu sudah bawaan karena neurologi kaum kreatif memang berbeda dengan kaum non-kreatif. Tidak butuh tragedi dalam hidup kita untuk memancing keluar kecemasan dan depresi. Bila kita memang punya bakat gangguan emosional, apa saja bisa jadi pemicu. Mama saya pernah kesakitan saat mengobati sariawannya dengan obat tetes, dari titik itulah depresi kronisnya dimulai. Kecemasan dan depresi bisa menimpa siapa saja, tapi kita perlu menyadari bahwa dalam kasus kaum kreatif, gangguan emosional dan kreativitas sebenarnya adalah “mahluk” yang sama. “Dia” yang menaburkan ide-ide brilian dalam pikiran kita—yang memandu proses penciptaan tanpa kenal lelah untuk menghasilkan karya yang bagus—adalah “mahluk” yang sama yang membuat emosi kita ambyar, fokus kita kacau-balau dan tidak bisa berkarya.

Dalam waktu berdekatan, dua teman perupa bicara pada saya soal proses kekaryaannya yang terhambat. Yang satu terhambat karena masalah medium baru yang dipakainya, satunya soal arah kekaryaannya secara umum. Keduanya punya kesamaan, sedang dikejar tenggat pameran. Bagi Anda yang pernah mengalami hal seperti ini, Anda tentu paham seperti apa rasanya. Namun saat ngobrol dengan mereka, saya tidak menemukan masalah yang terlalu berarti. Hanya dengan ditemani ngobrol sambil bereksperimen di atas kanvas dengan medium baru yang menurut dia bermasalah, teman saya itu menemukan sendiri solusinya. Sementara teman yang satu lagi, saya lihat karyanya baik-baik saja. Bagus, malah. Akhirnya kami sama-sama memahami, ini masalah mental, ini manifestasi kecemasan kreatif. Dan saya, untuk kesekian kalinya, mengingat kembali bahwa hal serupa juga terjadi pada diri saya. Sampai sekarang juga masih, tapi tidak parah seperti dulu. 🙂

Saya membongkar arsip karena membutuhkan dokumentasi foto lama. Saya lalu menemukan kembali foto-foto yang berisi karya-karya di masa saya depresi dan tak mampu menyelesaikan lukisan-lukisan saya. Ternyata, bertahun-tahun setelah hal itu berlalu, lukisan yang belum selesai itu kelihatannya baik-baik saja. Bagus, malah. Sayang, kenapa tidak diselesaikan? Namun saya ingat betul bagaimana perasaan saya saat itu. Lukisan itu jelek, mengerjakannya sulit sekali. Solusinya secara teknis belum saya kuasai, keterampilan saya belum cukup dan saya perlu lebih banyak berlatih. Namun tenggat pameran sudah dekat, jadi saya harus kerjakan apapun yang terjadi, tapi dikerjakan pun sulit sekali untuk fokus. Nyatanya? Saat saya lihat dokumentasi kekaryaan saya sekarang, lukisan-lukisan itu tidak jelek sama sekali. Kalau dikerjakan sampai selesai sepertinya malah bisa bagus. Gila, kenapa bisa begitu? Apa yang saya pikirkan dan rasakan di bawah pengaruh kecemasan dan depresi ternyata keliru. Keliru besar!

Hal itu tidak hanya terjadi satu kali, tapi berulang kali untuk waktu yang lama. Saya sering kesal saat berkarya karena hasilnya tidak memenuhi harapan saya. Kalau menurut saya lukisan yang sedang saya buat itu jelek, saya bisa malas berkarya sampai lama. Kanvasnya saya balikkan supaya saya tidak perlu melihatnya saat berada di studio. Namun sesudah waktu berlalu, saat saya lihat lagi, ternyata karya itu tidak jelek-jelek amat. Jelek atau bagus tentu soal selera, tapi kalau semua karya saya pikir jelek lalu kebanyakan tidak selesai, saya bisa menghadapi masalah serius.

Tadinya saya pikir itu adalah semacam perfeksionisme tapi mengingat kondisi mental saya, kelihatannya bukan. Perfeksionisme seharusnya berarti mau menerima sesuatu yang kurang sempurna dan mencari cara untuk meningkatkannya ke aras yang lebih tinggi (di kesempatan berikutnya). Yang terjadi pada saat itu adalah: karya saya jelek dan saya berpikir bahwa saya adalah seniman tidak berguna dan masa depan saya pasti suram. Hanya dalam perenungan setelah masa itu berlalu saya baru menyadari betapa konyolnya pikiran seperti itu. Itu tidak rasional dan sangat menghancurkan motivasi. Jadi saya pikir yang terjadi pada saya adalah kecemasan kreatif karena kecemasan kreatif punya satu dan hanya satu motif saja: menggagalkan penciptaan. Ini adalah ironi besar kreativitas.

Melukis, menulis, tampil di panggung atau di gelanggang olahraga, pada prinsipnya sama saja. Kesehatan mental memainkan peranan penting. Kepercayaan diri, juga penerimaan terhadap semua kekurangan diri sendiri, adalah mutlak. Kita boleh jago melukis seperti Rembrandt, tapi dalam cengkeraman kecemasan dan depresi semua itu tak ada artinya.

Melalui tulisan ini saya berharap, bila ada di antara Anda yang mengalami apa yang saya dan teman-teman saya alami, tetaplah berkarya. Jangan dengarkan ‘kritikus jahat’ yang selalu mencela dan mencerca di dalam pikiran Anda saat berkarya. Jelek atau bagus bukan masalah, yang penting tetap berkarya. Dan bila Anda pikir Anda mengalami kecemasan kreatif, tenanglah. Anda tidak sendiri. Baca saja biografi seniman-seniman besar, semua pernah mengalami masa-masa kelam penciptaan. Jangan biarkan hal itu menghalangi penciptaan Anda.

Tuhan memberkati mereka yang berkarya. Seperti kita. 🙂

One thought on “Kecemasan Kreatif

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s