Menjelang peralihan kekuasaan di Korea Utara, pada tahun 1992, Kim Il-sung bertanya pada anaknya, Kim Jong-il, “Apa yang akan kau lakukan bila negara kita terseret perang dan kalah?” Kim Jong-il menjawab, “Bila kita kalah, akan kuhancurkan dunia ini.” Kim Il-Sung senang mendengar jawaban anaknya. “Itu baru cara bicara seorangmarshal.” katanya. Ini berita sensasional yang pernah saya baca lewat sebuah artikel di internet, tapi saya tidak tahu kebenarannya.
Berita penting. Setelah diterjang kelelahan fisik dan mental saat mengadakan pemeriksaan lapangan yang intensif, Kim Jong-il, pemimpin politik dan militer Korea Utara meninggal dunia dalam sebuah perjalanan kereta api. Diktaktor berusia 69 tahun tersebut mengalami kegagalan jantung. Sebenarnya Jong-il sempat mengalami stroke pada tahun 2008 namun ia segera terlihat sehat kembali di depan publik. Penggagas program senjata nuklir Korea Utara ini akhirnya mangkat setelah kondisi fisik tubuhnya kian melemah.
Dunia berspekulasi mengenai masa depan Korea Utara dan pengaruhnya, terutama pada masalah keamanan di semenanjung tersebut. Kim Jong-un, anak bungsu yang belum berusia 30 tahun dari pernikahan Kim Jong-il dan Ko Young-hee, telah dipersiapkan untuk menjadi pimpinan tertinggi bangsa dan negara tersebut. Walaupun mendiang Kim Jong-il telah menyebut-nyebut Jong-un sebagai pewaris tahtanya sejak 2009, dunia meragukan kemampuan Jong-un mengingat usianya. Jong-un dianggap terlalu muda dan tidak berpengalaman. Dalam suksesi kekuasaan ini, Jong-un tidak sendirian, dia ditemani oleh beberapa kerabat dekatnya yang akan menjadi mentor. Jong-un sendiri, sesuai dengan usianya, adalah sebuah pribadi yang lebih modern. Disebut pernah mengenyam pendidikan di Swiss, ia mampu berbahasa Inggris, Jerman dan Perancis, menguasai teknologi informasi dan komputer, ia juga seorang lulusan Kim Il-sung Military Academy. Saat ini Jong-un sudah menyandang bintang empat di pundaknya.
Pada akhir tahun 2007, saat pameran AIAE (Asian International Art Exhibition) akan diselenggarakan di Selasar Sunaryo Art Space Bandung, saya diundang untuk ikut serta. Membaca kuratorial ‘Imagining Asia’, Agung Hujatnikajennong, kurator pameran tersebut, mengatakan pada saya bahwa ia memilih untuk mengundang saya karena saya pernah membuat karya-karya dengan tema identitas sebelumnya. Ia meminta saya untuk menafsirkan bagaimana kita, bangsa Asia, melihat diri sendiri di tengah globalisasi. Karena saya sudah terpaku pada berita-berita politik-militer tentang tes peledakan nuklir bawah tanah di Korea Selatan sejak setahun berikutnya, saya segera membuat karya dengan tema ini.
Bersamaan dengan boom seni lukis tahun 2008-2009, tidak disangka-sangka, Post-North-Korea Nuclear Test (atau saya sering menyebutnya ‘seri nuklir’ saja) menjadi sebuah ikon karya saya. Figur-figur dengan beragam identitas, dari segala bangsa di dunia, melotot penuh teror menghadap pemirsa dengan wajah coreng-moreng kena ledakan bom. Sebuah penggambaran slapstick yang komikal atas teror yang melanda dunia saat Korea Utara mulai mengembangkan teknologi senjata nuklirnya. Di hadapan ancaman bencana, kita sama-sama terpaku dalam teror, tidak peduli kebangsaan atau agama kita. Saya mengembangkan seri karya ini selama hampir tiga tahun berikutnya, menghasilkan cukup banyak karya di atas kanvas, di atas kertas, video dan instalasi. Beberapa tes peledakan nuklir selanjutnya dan suhu politik yang memanas saat Korea Utara meluncurkan misil-misilnya pada saat latihan perang antara pasukan Korea Selatan dan Amerika Serikat dilakukan pada akhir tahun 2010.
Seperti pembantaian massal, ancaman perang nuklir adalah hantu yang membayangi peradaban modern kita. Dalam sebuah kondisi perang nuklir total antara negara-negara adidaya, seluruh dunia akan terkena dampaknya, minimal dampak ekologisnya. Seluruh hulu ledak yang ada di planet Bumi bila diledakkan bersamaan mampu menghancurkan sekitar lima buah planet Bumi. Dalam video game Fallout yang saya mainkan sejak 1997, latar ceritanya adalah kondisi anarki karena hilangnya hukum pasca perang nuklir. Washington DC, dalam Fallout 3, berubah menjadi sebuah wasteland dan yang berlaku adalah hukum rimba. Orang-orang terbagi-bagi menjadi faksi-faksi yang selalu berebut kekuasaan dan perbudakan kembali muncul. Pemerkosaan, penindasan, perbudakan, penculikan, pembunuhan dan pembantaian adalah kenyataan sehari-hari. Orang-orang hanya bisa berusaha tetap hidup dari hari ke hari.
Tentu saja gambaran ini adalah sebuah gambaran muram yang berlebihan tentang masa depan dunia, sebuah dystopia masa depan kita, namun demikianlah kita, manusia, selalu gamang menghadapi ketidakpastian. Kegelisahan, kecemasan, biasanya terjadi karena penyesalan terhadap apa yang telah terjadi di masa lalu dan kekhawatiran terhadap apa yang akan terjadi di masa depan. Padahal kenyataannya, saat ini, pada momen ini, barangkali kita sedang duduk minum kopi sambil membaca blog.
Kematian Kim Jong-il menebarkan selimut ketidakpastian. Jepang segera mengadakan rapat penting keamanan. Korea Selatan memperkuat garnisun-garnisunnya di perbatasan. US$ menguat sejak hari Senin lalu dan mata uang Euro semakin merosot. Dunia sedang mengantisipasi. Dunia sedang bersiap menghadapi ketidakpastian dan Kim Jong-un sedang sibuk dalam rapat-rapat panjang penerapan strategi politik-militer bersama mentor dan menteri-menterinya.