Kala Idola Ternyata Tidak Sempurna

Botol dengan garis sambungan vertikal adalah botol Perang Dunia I

Botol dengan garis sambungan vertikal adalah botol Perang Dunia I

Kebetulan saya adalah pencinta film perang sejarah. Sayangnya film-film perang yang saya tonton terbatas pada film Hollywood, padahal saya ingin juga melihat film perang dari negara lain. Bukan hanya untuk menonton aksinya tapi juga untuk melihat bagaimana perang sejarah dilihat dari sisi lain, maksudnya bukan dilihat dari sisi Amerika. Karena itu serial “Band of Brothers” dan “The Pacific” adalah serial perang kesukaan saya. Dua serial tersebut adalah epos bagi saya dan masih jadi koleksi blu-ray terbaik yang saya punya sampai sekarang, cantik dalam kemasan kalengnya. Walaupun begitu, rupanya film kecintaan saya pun tak luput dari ketidaksempurnaan.
Ketidaksempurnaan ini saya temukan karena teman saya, Ize Hawkeye, begitu nama di akun Facebooknya. Ia adalah seorang penggemar barang-barang antik. Salah satu koleksinya adalah tiga buah botol minuman yang biasa dipakai tentara infanteri Amerika Serikat. Ini bukan botol minuman baru, tapi yang antik buatan tahun 1940-an. Kami saling bertukar komentar dalam unggahan fotonya tentang botol-botol itu. Saya jadi ingat beberapa adegan di salah satu episode “Band of Brothers” dan karena keterangan Ize, akhirnya saya tahu bahwa ada properti film tersebut yang tidak akurat.

Foto di atas saya ambil dari episode “Crossroads”, episode favorit saya yang berisi aksi tempur taktis, efisien, dan mematikan à la Kapten Winters. Suatu dini hari, Kapten Winters dan pasukannya mencari pasukan Jerman yang bentrok dengan pasukannya dan telah melukai Alley, salah satu prajurit 101st Airborne. Di kegelapan mereka berhasil melumpuhkan satu regu pasukan Jerman. Dalam serangan balik, pasukan Kapten Winters terpaksa berlindung dan mengamati. Ketika hari terang, Kapten Winters menyadari bahwa ada konsentrasi pasukan musuh dalam jumlah besar tidak jauh dari situ. Sejauh itu pasukan Jerman tidak menyadari keberadaan mereka namun bila saja mereka sampai tahu, berbahaya sekali. Karena itu Kapten Winters tidak punya pilihan lain selain menyerang. Foto di atas diambil dari adegan saat Kapten Winters sedang memberi instruksi tempur pada prajuritnya sebelum penyerangan terjadi dan dua orang anak buahnya berbagi minum yang disimpan dalam botol yang terbuat dari logam. Bila dilihat dari samping botol tersebut memiliki garis sambungan vertikal dan tutupnya berwarna hitam, terbuat dari plastik. Ini adalah sebuah kesalahan. Sesudah filmnya diikuti, kesalahannya ternyata muncul sekali lagi dalam bentuk yang lain.

Botol dengan sambungan vertikal seperti itu ternyata sudah tidak digunakan lagi pada Perang Dunia II, itu adalah botol Perang Dunia I. Botol tersebut terbuat dari aluminium dan diproduksi oleh “Rock Island Arsenal” (RIA), Illionis, dibuat antara tahun 1913-1917. RIA adalah sebuah pabrik seluas hampir 400 hektar, hampir 5 kali luas kampus ITB, yang berdiri tahun 1862 dan masih beroperasi hingga hari ini. RIA adalah pabrik senjata dan peralatan perang Amerika Serikat yang terbesar milik pemerintah. Garis sambungan vertikal yang terlihat di botol minuman tersebut adalah sambungan dua hasil cetakan aluminium. Sebenarnya ini adalah botol minuman militer kelas dua karena botol kelas satu dibuat oleh “The Aluminium Goods Manufacturing Company” (AGM, Wisconsin. Kini namanya menjadi “Mirro Aluminium Company” atau sering disebut“Mirro” saja).

Pada tahun 1909, baik RIA maupun AGM mendapat pesanan membuat botol minuman militer dan ternyata buatan AGM lebih baik. Walaupun sama-sama terbuat dari aluminium, botol buatan AGM dibuat tanpa sambungan sama sekali. Botolnya mulus dan bagus, diproduksi dengan proses pembuatan khusus yang mereka patenkan. Seluruh badannya terbuat dari aluminium, termasuk tutupnya, rantai pemegang tutupnya terbuat dari perak Jerman tahan karat. Bagus, tapi mahal. Angkatan Darat AS mencari cara supaya bisa membuat botol minuman sebaik buatan AGM tapi tidak perlu membayar royalti karena botol yang akan dibuat banyak sekali.

Akhirnya RIA menemukan teknik sambungan vertikal untuk menyatukan dua bagian hasil cetakan aluminium. Memang tidak sebagus dan semulus versi AGM tetapi botol minum ini berfungsi dengan baik, tidak bocor, dan model inilah yang akhirnya diproduksi secara massal. AGM tetap mendapat pesanan untuk model tanpa-sambungan, hanya saja jumlahnya lebih sedikit. Untuk Perang Dunia I, angkatan perang AS memproduksi antara 10-11 juta botol minuman untuk dipakai di lapangan dengan melibatkan 5 pabrik besar. Sesudah Perang Dunia I berakhir kedua jenis botol aluminium tersebut sudah tidak diproduksi lagi. Namun kesalahan dalam adegan film “Band of Brothers” di atas bukan hanya mencakup botolnya saja, tapi juga tutup botolnya (terletak di sebelah kiri kelingking). Tutup botol yang dipakai di adegan tersebut berwarna gelap dan terbuat dari plastik, bukan aluminium. Tutup botol plastik berwarna gelap yang terbuat dari plastik resin hitam, biasa disebut bakelite’, tidak diproduksi sebelum tahun 1940 saat Perang Dunia II dimulai. Jadi, botol dalam foto di atas itu aneh. Botolnya berasal dari Perang Dunia I namun menggunakan tutup botol Perang Dunia II. Botolnya salah, tutup botolnya benar.

Tutup botol seharusnya berwarna hitam terbuat dari plastik.

Tutup botol seharusnya berwarna hitam terbuat dari plastik.

Masih di episode “Crossroads”, saat pasukan Kapten Winters berhasil mengalahkan dua batalion SS dalam penyerangan tersebut, Kapten Winters duduk beristirahat di atas helm sambil memperhatikan mayat-mayat musuh yang bertebaran di mana-mana, tertembak peluru senapan dan artileri. Kapten Nickson, perwira inteljen 101st Airborne, menghampirinya dan memberinya minum saat diminta. Botol minumannya berbeda. Ada sebuah garis sambungan horisontal di botol minuman tersebut. Nah, ini baru botol minuman yang tepat. Botol jenis ini memang dipakai pasukan AS dalam Perang Dunia II. Berbeda dengan versi sebelumnya, botol ini dibuat dengan campuran beberapa logam termasuk bahan baja tahan karat karena saat itu aluminium diprioritaskan untuk produksi massal pesawat terbang. Namun botol minuman yang disodorkan Kapten Nickson tutupnya berwarna terang, tidak gelap. Itu adalah tutup aluminium yang berasal dari botol Perang Dunia I. Bila botol yang digunakan di adegan pertama dan adegan ini ditukar tutupnya, maka kedua botol itu masing-masing akan tampil dengan benar, masalahnya hanya satu: botol dengan sambungan vertikal harusnya tidak dipakai sama sekali. Kalau ada seorang quartermaster Angkatan Darat AS yang pernah bertugas pada Perang Dunia II melihat adegan tersebut, pasti dia akan langsung membuat koreksi soalnya botol minum versi Perang Dunia II sangat khas dan jenisnya tidak banyak (Artikel tentang “US Army Field Mess Gear” bisa dibaca di tautan ini dalam bentuk dokumen PDF).

Dalam episode “Currahee”, episode pertama dalam serial “Band of Brothers”, saat kompi Easy disiksa oleh Letnan Sobel di Kamp Toccoa, Georgia, mereka diharuskan membuka botol minuman dan membuang isinya ke tanah. Saya lihat semua botolnya memiliki garis horisontal tapi karena adegannya gelap dan berlangsung sangat sebentar, saya tidak bisa memastikan tutupnya betul atau tidak. Sepertinya betul. Namun yang sudah pasti betul adalah botol minuman yang dipakai oleh Kapten John H. Miller (diperankan oleh Tom Hanks) dalam film “Saving Private Ryan”. Sesudah pendaratan di pantai Omaha yang memakan banyak korban, pasukan 2nd Ranger akhirnya berhasil menguasai pertahanan di garis pantai. Kapten Miller dengan tangan gemetar membuka botol minuman. Botolnya memiliki sambungan horisontal dan tutupnya dari plastik berwarna gelap. Ini baru botol minum yang benar.

Botol bergaris sambungan horisontal dengan tutup hitam.

Botol bergaris sambungan horisontal dengan tutup hitam.

Dalam “Saving Private Ryan” Tom Hanks menjadi pemeran utama dan sutradaranya adalah Steven Spielberg. Dalam episode“Crossroadss”, Tom Hankslah yang menjadi sutradara. Spielberg dan Tom Hanks memegang peranan penting dalam produksi film-film perang yang melibatkan tentara AS di Perang Dunia II. “Saving Private Ryan” adalah sebuah revolusi dalam perkembangan film perang Hollywood karena menggambarkan perang dengan lebih realistik, brutal, dan acak. Luka dan kematian bisa menyambar nyawa siapa saja, kapan saja. Namun saking brutalnya, prajurit yang langsung tewas terkena tembakan atau ledakan bisa dikatakan beruntung, itu sebuah kemewahan karena kebanyakan prajurit terluka parah dan mengalami penderitaan yang luar biasa. Dalam perang juga begitu banyak kesia-siaan. Bayangkan, prajurit-prajurit yang sudah berlatih susah-payah selama dua tahun bisa mati sia-sia karena pesawat yang ditumpanginya meledak, semua penumpang dan awak kapalnya terbakar seperti yang menimpa pesawat Letnan Meehan dalam penenerjunan. Atau satu barisan tentara habis diterjang peluru MG-42 ketika pintu perahu Higgins dibuka, seperti adegan awal film “Saving Private Ryan”. Yang tersisa hanya dua-tiga orang, sisanya tewas. Itu baru yang tewas, yang terluka jauh lebih banyak lagi karena peluru senapan mesin tak punya mata. Banyak yang membawa penderitaan fisik itu sampai jauh sesudah perang berakhir, belum lagi traumanya.

Walaupun sudah digembleng bertahun-tahun, mengingat risiko yang sangat besar, bila ada seorang prajurit bisa selamat dari pertempuran di garis depan, itu adalah sebuah mukjizat. Dalam serial “Band of Brothers” dan “The Pacific”, realisme tersebut masih tetap dipertahankan dan ini sungguh saya hargai. Saya kira rentetan “Saving Private Ryan”, “Band of Brothers” dan “The Pacific” menetapkan standar yang tinggi untuk pembuatan sebuah film perang sejarah. Film-film sesudahnya hanya akan terlihat jelek bila tak mampu menyamai atau melampaui karya-karya Tom Hanks dan Steven Spielberg ini. Namun yang terbaik pun ternyata masih memiliki kekurangan, walaupun kekurangannya sepele dan tidak ada yang memperhatikan. Jadi bagaimanapun saya tetap cinta pada film-film ini. Tidak apa-apa botol minumannya salah, toh ceritanya bagus, setidaknya untuk sudut pandang Sekutu. Sinematografinya bagus, pemeran dan penyutradaraannya bagus, special effect-nya juga bagus. Jadi episode “Crossroads” ini tetap idola saya alih-alih ketidaksempurnaannya. Kala kita tahu bahwa sang Idola ternyata tidak sempurna, saya kira itu jadi cermin bagi kita untuk menyadari bahwa mereka juga manusia, sama seperti kita. Apalagi film.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s