Sudah berkali-kali saya berkesempatan untuk bertemu-muka dengan para insan seni baik lokal, regional maupun internasional, dan berkali-kali itu pula saya mengalami kerepotan karena saya tidak punya kartu nama. Akhirnya harus selalu mencatat nomor telepon dan e-mail di secarik kertas, repot sekali. Sudah berkali-kali saya punya kartu nama tapi begitu habis ya sudah, saya tidak bikin lagi, dan saya pun kembali pada masalah yang sama.
Saya punya banyak sekali kartu nama dan saya sering lupa kartu ini milik siapa, saya sering lupa orangnya. Biasanya itu terjadi pada orang-orang yang baru bertemu saat itu, pertemuannya singkat dan tidak pernah bertemu lagi. Kalau saya bisa lupa, orang lain pun tentu begitu, karena itu saya ingin kartu nama yang unik supaya orang mudah ingat. Keinginan saya ini akhirnya terlaksana saat Tarlen, sahabat saya, membeli sebuah mesin letterpress yang walaupun tua masih bekerja dengan sempurna.
Tarlen begitu menggebu-gebu ketika menceritakan rencananya membeli mesin itu lewat bantuan Agung, temannya yang ahli cetak. Sesudah menunggu beberapa lama, mesin itu pun datang dan Agung sudah membuat pengaturan supaya mesin itu bisa bekerja dengan baik. Tarlen senang sekali, saya juga ikut senang karena saya tahu mesin itu bisa dipakai untuk berkreasi macam-macam. Seperti layaknya benda-benda pusaka di keraton, Tarlen menamai mesinnya Kyai Franco (sesuai nama aktor favoritnya). Dan Kyai Franco adalah sebuah mesin yang hebat, bobotnya sekitar 100 kg dan mekanismenya bagus sekali.
Kyai Franco memiliki sebuah tangkai besar dan berat. Bila ditarik sampai ke bawah, mekanismenya akan (1) menjalankan roll, (2) memberi tinta pada plat cetakan, (3) mendorong base dan menekan kertas pada plat cetakan dan sekaligus (4) meratakan tinta pada piringan besi yang berputar satu klik setiap tangkai ditarik. Selayaknya mesin relief, Kyai Franco mampu membuat dua jenis cetakan yaitu high-relief (emboss) dan bas-relief, kebalikannya. Untuk emboss berarti cetakan harus dibuat positif dan tanpa tinta. Untuk bas-relief, cetakan dibuat negatif (terbalik) dan diberi tinta. Selain itu, Kyai Franco juga bisa dijadikan sebuah mesin pemotong dengan pisau pon. Roll-nya tinggal dilepas dan dengan mekanisme yang sama, kertas bisa dipotong dengan berbagai macam bentuk sesuai rancangan pisau. Luar biasa.
Saya terkagum-kagum saat pertama kali melihat cara kerjanya. Merancang alat seperti ini membutuhkan visi Leonardo da Vinci dan dalam sejarahnya, Johannes Guttenberg turut berperan dalam mengembangkan teknik dan mekanismenya. Saya pun masih terkagum-kagum melihat hasilnya karena berbeda dengan cetakan offset yang datar, hasil cetakan Kyai Franco memiliki kedalaman. Diraba-raba enak sekali, terasa cetakan manualnya, tintanya juga irit sekali dan hasilnya hitam pekat, ketajamannya pun sangat tinggi. Makin tebal kertas yang kita pakai, bas-relief-nya akan semakin dalam dan indah. Dulu waktu membuat undangan pernikahan saya dengan Fini, saya ingin membuat undangan satu warna dengan letterpress tapi tidak tahu siapa yang punya mesinnya. Dengan bimbingan Tarlen menggunakan Kyai Franco, kartu nama saya sekarang lebih indah daripada semua kartu nama yang pernah saya miliki.
Bagi Anda yang berminat untuk membuat berbagai macam produk dengan aplikasi letterpress, silakan memesan dengan menghubungi Tarlen Handayani di Tobucil & Klabs atau lewat blog Vitarlenology. Tobucil N Klabs adalah sebuah toko buku dan hobi berbasis komunitas, kebanyakan adalah komunitas kreatif yang tidak pernah berhenti belajar dan berkarya-cipta. Mereka adalah generasi muda kecintaan penulis terbesar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, yang pernah mengatakan, “Generasi muda harus selalu memproduksi. Tanpa produksi, tanpa karakter.”