Karya-karya Seni dalam Film “Skyfall”

daniel_craigSaya penggemar film-film James Bond terutama sesudah Daniel Craig menggantikan para pendahulunya. Saya senang dengan karakter James Bond yang sekarang karena, walaupun masih high-profile untuk ukuran seorang agen rahasia, Daniel Craig lebih brutal namun sekaligus lebih emosional, lebih rapuh dan lebih labil sehingga lebih manusiawi.

Hal lain yang saya sukai dari film-film ini adalah mobil-mobilnya. Mobilnya bagus-bagus. Sayang sekali, mobil-mobil itu cuma muncul sebentar dan seringkali dibuat hancur lebur dalam laga. Barangkali itu cara para pembuat film James Bond untuk mengatakan bahwa sebagus apapun, mobil tetap mobil. Mobil hanya alat, yang lebih penting adalah manusianya. Hm, entahlah. Kalau begitu kenapa Aston Martin 1964 di film “Casino Royale” tidak dihancurkan saja sekalian? Saya benci melihat mobil bagus dihancurkan, terutama mobil klasik yang sangat terawat.

“Skyfall” (2012), film terbaru James Bond, menurut saya istimewa. Kisahnya cukup tak terduga, laganya keras, tokoh antagonisnya cukup mengerikan, namun yang tak kalah istimewanya bagi saya adalah kemunculan mahakarya dari beberapa seniman terbesar Eropa. Saya senang melihat pertemuan Bond dengan Q justru terjadi di Galeri Nasional, London, bukan di tempat lain. Sayang saya belum pernah ke sana, saya malah belum pernah satu kalipun ke Inggris. Pada saat menonton filmnya, ada beberapa karya yang langsung saya kenali tapi ada juga yang tidak. Untuk melengkapi tulisan ini saya mencari data dari banyak situs web. Ada informasi menarik yang saya dapatkan saat saya mencari data tentang karya-karya ini.

Dalam foto di atas, 007 sedang duduk dengan khidmat layaknya dilakukan orang-orang yang berniat untuk menikmati karya seni di museum yang bagus. Bond duduk membelakangi dua lukisan, satu gelap dan satu terang. Yang gelap sudah tidak asing lagi, “An Experiment of a Bird in The Air Pump” karya Joseph Wright of Derby, 1768. Karya yang menjadi salah satu ikon Abad Pencerahan ini dikerjakan dengan tingkat kepakaran yang luar biasa. Semenjak Michelangelo Caravaggio, pelukis Italia paling brutal di Zaman Barok, mempopulerkan dramatisasi chiaroscuro (seni komposisi gelap-terang, salah satu dari empat kanon dalam pakem seni lukis Italia), teknik tersebut segera menjadi terkenal dan menyebar ke seluruh dataran Eropa. Penerapan chiaroscuro yang dilakukan Joseph Wright dalam karya ini sempurna, bila tak mau disebut melampaui teknik Caravaggio sendiri. Tata cahaya dalam karya ini begitu dramatis, menggunakan lilin sebagai sumber cahaya. Karya ini langsung saya kenali tapi yang di sebelahnya tidak.

Lukisan yang lebih terang di sebelah lukisan Josep Wright adalah “Mr. and Mrs. William Hallett” karya Thomas Gainsborough, 1785. Saya tidak mengenal Gainsborough, saya bahkan baru melihat karya-karyanya saat mencari data untuk tulisan ini. Walaupun membuat banyak karya seni lukis potret dan disebut sebagai salah seorang pelukis potret terbaik pada masanya, Gainsborough menyatakan muak dengan lukisan potret lalu beralih ke tema-tema alam menjelang akhir hayatnya. Ia adalah salah satu seniman yang dianggap melahirkan aliran British landscape abad ke-18 yang terkenal, bersama-sama dengan Richard Wilson.

Karya-karya luar biasa ini ternyata hanya dijadikan latar belakang dalam adegan yang mengambil tempat di ruang 34 Galeri Nasional, London, yang menampilkan karya-karya seni lukis Inggris antara tahun 1750-1850. Karya utama yang sedang diperhatikan Bond dengan khidmat adalah sebuah karya yang ukurannya lebih kecil namun begitu syahdu. “The Fighting Temeraire Tugged to Her Last Berth to Be Broken Up” karya William Turner, 1838. Karya ini agak menyedihkan sebenarnya.

Turner adalah seorang pakar seni lukis landscape, cakrawala yang luas dengan kombinasi awan, surya dan langit yang dramatis adalah ciri khasnya. Dalam lukisan ini, terlihat kapal perang milik Angkatan Laut Inggris, HMS Temeraire, sedang ditarik oleh sebuah kapal tunda menuju tempat di mana ia akan dihancurkan karena masa baktinya sudah berakhir. Kapal perang dengan 98 meriam ini memiliki andil selama revolusi Perancis dan perang Napoleon dan menjadi populer karena terlibat dalam pertempuran menentukan antara Angkatan Laut Kerajaan Inggris dengan gabungan antara Angkatan Laut Kerajaan Perancis & Spanyol, pertempuran Trafalgar.

Dalam lukisan ini, Turner menggunakan warna yang lain sekali untuk menggambarkan HMS Temeraire bila dibandingkan dengan kapal tunda yang menariknya. Kapal tunda yang ukurannya lebih kecil itu digambarkan dengan warna gelap, warna kayu pada lambung dan haluan berwarna coklat terang terkena pantulan cahaya matahari sore dari permukaan air. Kapal ini juga terlihat hidup karena asap coklat kemerahan yang keluar dari cerobongnya. Berlawanan dengan itu, di belakangnya Temeraire terlihat “mati”. Warna yang digunakan Turner begitu pucat, putih dan kuning kecoklatan yang berasal dari pantulan matahari terbenam, seperti kapal hantu yang datang dari alam mimpi.

Saya kira ini adalah kesan yang sengaja ingin ditampilkan Turner saat menggambarkan Temeraire. Namun Temeraire justru bergerak ke arah Timur, bukan ke arah Barat di mana matahari sedang tenggelam, arah yang lebih cocok untuk menggambarkan ‘akhir’ atau kematian. Karya ini seakan-akan secara simbolis masih berusaha menggambarkan ‘harapan’ di balik kematian yang tak terhindarkan. Mengingat alur ceritanya, saya kira menarik juga pemilihan karya Turner ini untuk dijadikan karya utama. Q yang lama hilang diganti Q yang baru, M juga. Ada siklus yang terjadi dan itu cukup baik disimbolkan oleh karya ini.

Namun yang dahsyat menurut saya adalah kemunculan karya Amedeo Modigliani, “Woman with a Fan”, 1919. Karya ini muncul dalam adegan penembakan jarak jauh yang dilakukan seorang pembunuh yang sedang diintai oleh Bond. Penembakan tersebut dilakukan dari sebuah gedung dan sasarannya, tempat lukisan tersebut berada, adalah gedung di seberang jalan. Gedung tempat penembak itu mengintai gelap sementara gedung di seberang sangat terang sehingga apa yang terjadi di dalam ruangan itu jelas terlihat. Seorang laki-laki berjas mahal dipersilakan masuk dan dia duduk di kursi, menghadap sebuah easel dengan lukisan yang ditutupi kain putih. Kain putih itu dibuka dan muncullah sebuah karya yang hilang dalam sebuah pencurian menghebohkan di Museum Seni Modern, Paris, pada bulan Maret 2010.

Pencurian tersebut benar-benar menggegerkan dunia seni rupa karena dalam sekali sikat: “Dove with Green Peas” karya Picasso, 1911; “Pastoral” karya Henry Matisse, 1906; “Olive Tree near l’Estaque” karya Georges Braque, 1906; “Still Life with Candlestick” karya Fernand Leger, 1922 dan “Woman with a Fan” karya Modigliani, lenyap, disobek lepas dari bingkainya dengan pisau, laman BBC melaporkan. Pencurian yang terjadi di tengah pagi buta itu telah melarikan karya-karya dengan nilai sekitar 1 trilyun rupiah.

Dengan demikian, menarik sekali melihat adegan ini karena mereka yang paham tentang kisah pencurian ini langsung membayangkan si laki-laki berjas mahal itu adalah kolektor kelas atas yang berminat untuk membeli lukisan curian yang tentunya berharga mahal sekali walaupun ini bukan karya terpenting Modigliani. Orang langsung bisa mengendus skandal melihat adegan ini. Saya mengikik sendirian saat menonton adegan ini. Penulis naskah Skyfall adalah orang yang mengerti dan mengikuti perkembangan dunia seni rupa di Eropa.

Demikianlah beberapa karya para seniman besar Eropa yang muncul dalam film ini. Ini membuat saya lebih menikmati filmnya. Sebagai seniman, saya senang karena ada semacam penghargaan terhadap dunia saya di dalam film ini. Namun ini juga sekaligus menggambarkan bahwa dunia seni rupa kelas atas, seperti juga bidang apapun pada arasnya yang tertinggi, biasanya tidak pernah lepas dari kejahatan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s