Akhirnya, Kelas Cat Air Angkatan I selesai. Sejak awal dimulai, sudah enam kali akhir pekan saya dan para siswa bersikutat di depan OHP, kertas, cat air, gelas dan tumpukan kertas tisu. Pertemuan pertama dan kedua, jam belajar dipenuhi gelak tawa dan suara orang mengobrol. Pertemuan ketiga kelas menjadi sunyi-senyap. Saya sampai takjub. Di pertemuan ketiga, semua peserta mengerjakan karya tahap demi tahap bersama-sama sesudah saya beri instruksi. Saya juga ikut mengerjakan karya bersama para siswa. Namun, walaupun karya dikerjakan tahap demi tahap bersama-sama, dan saya sendiri sebagai pengajar ikut mengerjakan karya bersama, selalu saja ada siswa yang menyerah.
Tanda-tanda menyerah itu begini. Pertama-tama, biasanya muncul tanda-tanda keraguan. Sering bertanya, lalu memerhatikan kertas yang sedang saya kerjakan atau kertas teman di sebelah. Antara melihat foto yang hendak digambar dengan melukis, lebih lama melihat fotonya. Kemudian, akan terdengar keluh-kesah karena hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Lama-kelamaan, keluh-kesahnya semakin menjadi-jadi dan mulai menertawakan diri sendiri. Pada akhirnya, siswa akan merasa ‘tersesat’ dan tidak lama kemudian mulai dilanda kelelahan fisik. Sesudah itu biasanya tidak lama kemudian, siswa akan menyerah.
Percayalah, saya pernah mengalami itu semua. Sebagai seniman, saya tidak asing dengan kegagalan. Malah lebih parah lagi, sudah gagal melulu, ada tenggat-waktu pula. Itu menambah tingkat stres. Kalau menurut Csíkzentmihályi (baca unggahan saya tentang flow), bila tingkat keterampilan rendah bertemu dengan tingkat tantangan yang tinggi, hasilnya adalah kecemasan. Jadi bila para siswa di kelas cat air akan menyerah sesudah mengalami kelelahan fisik, saya tidak bisa begitu. Saya sih inginnya menyerah, tapi tidak mungkin karena karya harus jadi, harus bagus dan harus dipamerkan. Kondisi seperti itu bila terjadi berulang-kali dan bertubi-tubi, bukan hanya menyebabkan kelelahan fisik tapi juga kelelahan mental, melahirkan pikiran ingin lari (dari masalah) dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Hehehe.
Membuat seseorang menjadi mahir melukis cat air dengan langgam realisme, hanya dalam enam kali pertemuan kelas yang seminggu sekali, masing-masing selama 2-3 jam, tentu saja mustahil. Kalau misalkan Rembrandt van Rijn bisa hidup kembali, lalu memberi kursus cat minyak, lalu saya pelototi cara kerjanya dari awal sampai akhir, itu tetap tidak akan membuat saya bisa melukis seperti dia. Tidak mungkin. Ada hal-hal yang tidak bisa kita pelajari hanya dengan melihat saja. Misalnya cara mencampur cat, seberapa banyak cat yang diambil, lalu berapa takaran mediumnya, diaduk-aduk lalu dipulaskan di atas kanvas, kenapa bisa pas begitu? Kenapa kalau saya yang coba hasilnya selalu terlalu tebal atau terlalu tipis? Bahkan memulaskan cat dengan kuas yang sama pun hasilnya begitu berbeda. Mencampur warna untuk menghasilkan gelap-terang kok rasanya sulit sekali, gelap-terang yang saya buat selalu kacau-balau. Ya, karena semua itu butuh jam-terbang dan itu tidak terlihat dalam demonstrasi melukis.
Gagal itu biasa. Merasa ‘tersesat‘ dan tidak tahu ‘mau kemana’ itu lumrah. Kegagalan yang bertubi-tubi itu memang berat, tapi kita tidak mungkin gagal selamanya kalau kita masih terus mencoba. Hanya bila kita berhenti sajalah kegagalan akan tetap menjadi kegagalan, itu artinya, kita masih punya waktu selama kita masih hidup. Siapa tahu ada salah seorang siswa yang kecewa dengan kegagalannya di kelas ini, lalu bertahun-tahun kemudian, tiba-tiba menemukan kertas hasil karyanya dan tergerak untuk mencoba lagi. Barangkali pada momen tersebut, situasi dan kondisinya lebih pas untuk belajar cat air. Pasti prosesnya lebih menyenangkan. Kalau prosesnya menyenangkan, hasilnya pasti baik. Seiring dengan meningkatnya jam-terbang, pengalaman dan keterampilan akan bertambah. Kita akan memiliki confidence danacceptance, dua hal yang sangat penting dalam berkarya.
Begitulah. Dengan selesainya kelas ini, saya berharap semua siswa bisa mengambil manfaat. Saya sebenarnya ingin sekali membuat kelas lanjutan, tetapi tidak mungkin karena saya akan pindah kota. Ini akan saya ceritakan di unggahan yang lain. Sementara itu, saya harap para siswa yang masih termotivasi akan meneruskan berkarya dan tambah bagus lagi karya-karyanya.
Pingback: Kelas Cat Air Tobucil & Klabs 2014 | Cakrawala Hartanto