Mood dan Naratif

 

2011-open-gate-lg

“Open Gate”, Bo Bartlett, 2011

Seorang anak kecil sedang naik sepeda sambil memegang es krim. Karena tertawa-tawa bersama teman-temannya, ia tidak memerhatikan jalan maka terpelanting lalu jatuhlah dia. Es krimnya terlempar, kotor dan tidak bisa dimakan lagi. Anak itu sendiri meringis kesakitan, tubuhnya lebam dan lecet. Sepedanya terguling, roda sepedanya masih berputar perlahan.

Desain komunikasi visual bisa menjelaskan runutan peristiwa tersebut dalam sebuah skema infografik yang linier dari A sampai Z sehingga kita bisa mengerti mengapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Sebuah karya ilustrasi mampu mengambil satu titik yang paling tepat, momen opname yang dilihat dari sudut paling dramatis saat kecelakaan tersebut terjadi, bak film dalam gerakan sangat lambat.

Di sisi lain, sebuah lukisan “bertugas” untuk menyampaikan hal yang lebih abstrak lagi. Rasa sakit, kecewa, rasa malu dan amarah yang dirasakan oleh si Anak, adalah apa yang seharusnya bisa disampaikan oleh sebuah lukisan. Sebuah karya seni lukis selamanya tidak perlu bisa dimengerti tetapi sebaiknya bisa dirasakan seketika itu juga, saat seorang pemirsa rela meluangkan waktu untuk memerhatikannya baik-baik.

Sebuah lukisan sebaiknya mementingkan mood, narasi itu nomor dua. Mood dalam sebuah lukisan tidak pernah tidak penting, sementara narasi bisa penting tapi bisa juga tidak. Lihatlah karya-karya besar dalam sejarah seni rupa Indonesia juga dunia. Mood selalu ada di depan. Sebuah lukisan tidak perlu berkisah, lukisan seharusnya menyentuh empati.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s