Senyuman Mona Lisa

Mona Lisa, karya Leonardo da Vinci, sering disebut menyunggingkan senyum misterius. Bila dilihat senyuman itu memang tidak biasa. Senyumnya kurang jelas, antara ada dan tiada. Namun senyuman dalam lukisan itu sebenarnya tidak terlalu misterius, itu adalah pakem zaman Yunani Kuno yang lazim disebut ‘archaic smile‘. Masa ‘archaic‘ dalam peradaban Yunani Kuno mengacu pada suatu masa sekitar abad ke-6 sebelum Masehi.

Sejak dulu orang-orang Yunani terpukau melihat pencapaian bangsa Mesir Kuno yang tinggal di seberang Laut Tengah, bangsa besar dengan peradaban yang canggih. Saat pulang kampung, para tentara bayaran dan pedagang Yunani mengisahkan betapa megahnya piramida dan patung-patung monumental di sana, juga seni lukisnya. Mesir adalah tanah kelahiran ‘anthropomorpho-naturrealism‘, meminjam istilah Prof. Sadali, yakni sebuah doktrin estetik yang mengacu pada representasi tubuh fisik manusia saat menggambarkan realita, termasuk saat menggambarkan para dewa.

Seni potret sendiri lahir di Mesir Kuno, tercatat sekitar 5000 tahun sebelum Masehi. Saat Mesir mendapat pengaruh dari kebudayaan Yunani-Romawi, di Fayum lahir sebuah seni potret yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Namun dalam mencipta, seniman bukan hanya melukis apa yang ia lihat, tapi juga apa yang ia tahu. Otopsi legal pertama di dunia dilakukan di Alexandria, sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Sebelumnya orang tidak diizinkan membongkar tubuh manusia karena itu dianggap praktik ilmu hitam. Namun seizin gubernur Romawi pada saat itu, dua orang dokter Romawi diberi izin untuk melakukan otopsi pada mayat seorang kriminal tidak dikenal.

Praktik itu memberi jalan pada kelahiran ilmu anatomi. Ilmu tersebut mengubah cara kita melihat diri kita sendiri, menjadi cabang ilmu besar, dan pada gilirannya memberi pengaruh pada dunia seni rupa. Hanya dalam waktu seabad, lukisan dan patung Yunani berubah menjadi jauh lebih baik. Kerangka, proporsi, otot, bahkan pembuluh darahnya menjadi benar secara anatomis. Tidak sampai tiga abad kemudian, di masa archaic, anatomi lukisan dan patung Yunani sudah sangat canggih.

Pada masa archaic itulah senyuman khas tersebut lahir. Kouros, patung laki-laki muda di zaman itu, dibuat dengan senyuman halus tersungging. Konon, senyum itu menunjukkan hati yang berbunga karena sang Obyek merasa diberkati para dewa. Senyum ini serupa dengan yang ditemukan pada wajah sang Buddha, setelah perjalanan fisik, mental, dan spiritual yang melelahkan akhirnya mengantarkannya pada pencerahan. Modus yang serupa juga bisa ditemukan di Semenanjung Korea, disebut ‘Baekje smile‘. Jenis senyuman ini telah melewati rentang sejarah yang panjang, tidak ada yang misterius soal itu.

Senyuman archaic, setelah lama populer, akhirnya memudar di masa Neoklasik. Dalam prinsip estetik Neoklasik, emosi seperti rasa senang, bahagia, cemburu, dan duka lara dianggap tidak konstan, datang dan pergi. Emosi macam itu tidak mampu memberikan kebenaran karakter sang Obyek yang dilukis. Karena itulah pada masa Neoklasik, obyek lukisan diminta untuk tidak menunjukkan ekspresi apapun termasuk pada bibirnya. Hal itu juga menambah wibawa sang Obyek, karena biasanya mereka adalah kaum elit.

Pada masa seni rupa saat ini, ekspresi pada wajah dalam lukisan praktis bisa apa saja, tapi bila mau, Anda masih bisa membuat lukisan dengan senyuman Mona Lisa. Mintalah model lukisan Anda untuk duduk dengan tenang. Luruskan punggungnya sehingga bahu menjadi lebih bidang dan dada sedikit membusung. Mintalah model Anda tersenyum lebar lalu minta ia secara perlahan memudarkan senyum itu. Saat senyumannya hanya tersisa 10%, tangkaplah citraan itu menjadi lukisan. Itulah seniman Mona Lisa.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s