Siapa tak kenal lukisan legendaris ini? “Gadis Beranting Mutiara” dicipta Jan Vermeer pada masa keemasan Kerajaan Belanda, saat kerajaan itu menjadi kekuatan ekonomi terbesar dengan disokong angkatan laut paling kuat di dunia karena dominasi perdagangan yang mereka rintis sejak akhir abad ke-16 di Hindia Belanda.
Karya ini sering disebut “Mona Lisa dari Belanda”, lukisan paling cantik yang pernah dihasilkan oleh pelukis Flemish. Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya gadis dalam lukisan ini. Ketidakjelasan fakta ini dimanfaatkan oleh novel sejarah “Girl with Pearl Earring”, karya Tracy Chevalier, 1999, yang kemudian diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2003, diperankan oleh Colin Firth sebagai Master Vermeer dan Scarlett Johansson sebagai Griet, pelayan yang ditokohkan sebagai gadis dalam lukisan tersebut.
Silakan klik gambar di bawah ini untuk membuka gambar sesungguhnya dalam resolusi tinggi (4095×4794, 72dpi, 5,94Mb) untuk melihat rincinya. Foto karya ini cukup besar sehingga kita bisa melihat dengan jelas retakan yang terjadi pada karya berusia lebih dari 400 tahun ini, dan kita hampir bisa memerhatikan lapisan cat yang diulaskan Jan Vermeer. Bila Anda familiar dengan teknik melukis tradisional Eropa, terutama teknik Flemish di masa Barok, Anda dengan mudah akan bisa melihat warna mana yang dilapiskan duluan, mana yang belakangan dan mana yang tersembunyi dari penglihatan.
Bagi kita, bangsa Indonesia, lukisan ini terlihat seperti lazimnya karya klasik terkenal yang biasa dipajang di museum, tapi sesungguhnya karya ini lebih daripada itu. Masa keemasan Kerajaan Belanda hanya mungkin terjadi karena dominasi perdagangan rempah mereka di Hindia Belanda dan nenek moyang kita mengalaminya langsung. Sejak peristiwa Pembantaian Amboina di Benteng Victoria, Maluku, pada tahun 1623, dominasi Inggris, Portugis dan Spanyol di Nusantara perlahan-lahan meredup. Inggris lebih fokus pada India sementara Portugis dan Spanyol fokus di Amerika Selatan, termasuk juga di Filipina. Orang-orang Belanda tinggal di Nusantara sampai berabad-abad kemudian. Kita bisa mengatakan, tanpa rempah yang tumbuh di Nusantara, kita takkan mengenal Johannes Vermeer, dunia takkan tahu siapa Rembrandt van Rijn. Mereka bisa hidup sebagai pelukis karena ada banyak nouveau riche yang memesan lukisan potret sebagai simbol status orang berada, segera setelah bisnis mereka melesat di masa keemasan Kerajaan Belanda.
Maka kita memiliki hak sejarah untuk secara kritis mempelajari dan mengadaptasi teknik seni lukis klasik ini. Kita bisa gunakan teknik seni lukis klasik Flemish untuk menggambarkan alam benda, lanskap alam dan figur-figur Indonesia. Mengapa tidak? Lagipula, teknik seni lukis klasik Eropa—berbeda dengan pandangan orang awam—adalah cara paling mudah, paling efektif dan paling efisien untuk dipelajari dan dipraktikkan dalam bangunan realisme. Para maestro pada zamannya telah mengulik teknik seni lukis ini begitu dalam, hingga menghasilkan pakem yang, bila diikuti, akan menghasilkan karya dengan kualitas museum.