Pengumuman Karya Terpilih Untuk Pameran EsktrakurikuLab 2016 Berikut Pembahasannya

Teman-teman yang baik, terima kasih untuk Anda yang sudah meluangkan waktu untuk mengerjakan karya potret Danny Trejo untuk seleksi pameran ini. Saya amat menghargai usaha Anda. Nah, untuk menghargai usaha Anda semua, karya-karya yang sudah masuk akan dibahas di sini. Semuanya. Dalam pemilihan ini saya membuat semacam pengelompokan berdasarkan kasus-kasus yang mirip. Semua karya akan dibahas secara berkelompok sesuai kasusnya, tapi di sana-sini saya akan memberi komentar pada karya tertentu dan ada juga yang sengaja tidak saya bahas. Saya berharap, pembahasan ini bisa memberikan gambaran mengenai aspek-aspek penting yang saya perhatikan dalam membuat keputusan termasuk juga menjelaskan prinsip-prinsip yang dianut oleh Klinik Rupa dr. Rudolfo. Di setiap pembahasan saya juga menuliskan sedikit tip untuk meningkatkan kekurangan Anda sesuai kasusnya. Tapi tip ini hanya berupa saran saja, ya. Dilaksanakan atau tidak, itu terserah Anda. Kalau Anda memang suka dan merasa tertantang untuk mempelajari realisme, tip ini bisa membantu Anda. Kalau tidak ya tidak apa-apa. Ada banyak sekali cara ekspresi, bukan hanya realisme.

Khusus untuk karya Rizali Alma yang dikerjakan dengan teknik batik, saya sudah memutuskan karya tersebut tidak akan dipilih karena medianya bukan kertas. Saya hanya memilih yang dibuat di atas kertas karena kaitannya yang erat dengan metoda kepengajaran di klinik ini. Karya-karya yang terpilih dalam seleksi ini akan dipamerkan di Festival EkstrakurikuLab, 12-22 November 2016. Pameran ini diselenggarakan oleh dan Serrum, sebuah organisasi studi seni rupa dan pendidikan yang berbasis di Jakarta, dan pameran ini akan berlokasi di Gudang Sarinah Ecosystem, Pancoran, Jakarta. Pameran akan dibuka pada hari Sabtu, 12 November 2016. Nanti akan ada pengumuman acaranya, ya. Kalau Anda bisa hadir, ayo datang ke pembukaan. Kita bisa ketemuan dan ngumpul, supaya seru! Selain acara pembukaan, saya juga diundang oleh Serrum untuk memberikan sebuah presentasi dalam sebuah focus group discussion yang akan membahas tema “gerakan belajar menggambar secara daring”. Jadi saya akan berbagi mengenai aktivitas Klinik Rupa dr. Rudolfo yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir. Diskusi ini akan dilakukan pada hari Selasa, 15 November 2016, pukul 14:00-16:00 WIB, tempatnya sama dengan pameran. Ayo hadir, kita bisa ngobrol-ngobrol. 🙂

Oke, sesudah melakukan proses seleksi selama dua minggu, ini adalah pengumuman dan pembahasan karya-karya dalam seleksi Festival EkstrakurikuLab.

Arsiran Belum Jadi

Berikut ini adalah mereka yang karyanya tidak terpilih karena arsirannya belum jadi:

Carlos Kolano

Carlos Kolano

Yanita Indrawati

Yanita Indrawati

Halim Ramdani

Halim Ramdani

Dwi Atmoko

Dwi Atmoko

Teguh Sarianto

Teguh Sarianto

metka_rachmawati

Metka Rachmawati

Amalia Octaviani

Amalia Octaviani

Tahap paling awal dalam metoda kepengajaran Klinik Rupa dr. Rudolfo bukan membentuk obyek tetapi mengarsir. Mereka yang arsirannya belum jadi itu arah arsirannya kacau, bentuk obyeknya tidak artistik dan sering tidak akurat, juga belum bisa mengaplikasikan gelap-terang. Ciri khas arsiran yang belum jadi adalah: kalau mengisi bidang, arah arsiran berbeda-beda, garisnya mencari-cari dan tidak mampu membentuk volume obyek dengan efektif. Selain itu, kerapatan dan tekanan garisnya juga tidak konsisten. Supaya arsiran menjadi matang, arsiran harus dilatih. Jadi saran saya: stop dulu menggambar, jangan dulu membentuk obyek. Latih dulu arsiran Anda. Kalau klinik ini adalah perguruan silat: arsir itu kuda-kuda, membentuk obyek itu jurus, gelap-terang itu jurus. Jurus itu belakangan, kuda-kuda dulu yang harus mantap supaya walaupun Anda jungkir balik saat bertarung kelak, Anda sulit untuk dijatuhkan. Seperti itu kira-kira perumpamaannya.

Klinik ini sangat mementingkan penguasaan pensil grafit, bukan ballpoint, bukan drawing pen, bukan rapido, bukan cat air, bukan spidol, tablet dan lain-lain. Itu semua bisa dilatih belakangan, tapi yang pertama yang harus dikuasai adalah pensil grafit. Klinik Rupa dr. Rudolfo itu oldschool, saya selalu menekankan masalah yang sangat mendasar dalam rupa yaitu garis. Saya sangat memperhatikan kualitas garis pasien-pasien saya. Di klinik ini, pasien kelas Lanjutan saja masih belajar pakai pensil grafit, hanya pasien kelas Mahir yang sudah bisa menggunakan media lain. Mengapa begitu? Karena pensil grafit adalah IBU dari semua media.

Bila Anda sudah menguasai pensil grafit, Anda akan memiliki keterampilan dan kepekaan tertentu yang akan sangat memudahkan saat mempelajari media lain, apapun itu, baik media basah maupun kering. Garis Anda akan terarah dan percaya diri, tidak lagi mencari-cari. Anda akan mampu mengatur tekanan pensil, entah itu tebal maupun tipis, karena Anda sudah mengenali kekerasan maupun kelembutan setiap jenis pensil, bahkan dari merk yang berbeda-beda karena Anda memahami karakter partikel grafitnya. Selain itu, kerapatan dan tekanan garis Anda juga akan konsisten. Itulah yang saya sebut arsiran yang sudah “jadi”. Dengan begitu, mudah bagi Anda untuk melangkah ke tahap berikutnya yaitu membentuk obyek dan mempelajari gelap-terang.

Jadi, realisme hanya mimpi kalau arsiran Anda belum jadi. Melatih arsiran itu mudah tapi membosankan. Anda harus mengulang-ulang-ulang terus sampai bego. Namun tidak ada secret, tidak ada magic, hanya latihanlah yang akan membuat arsiran Anda mantap. Makin rajin Anda melatih arsiran, makin cepat arsiran Anda mencapai kematangan. Karena itu metoda ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang berminat mempelajari realisme saja. Yang tidak berminat tidak usah repot-repot belajar. Membosankan, lho. 😀

Silakan ikuti instruksi dalam video-video ini untuk melatih arsiran Anda:

Satu video lagi dari Sorasoca di Qubicle bisa Anda tonton lewat tautan ini. Video ini berisi tambahan instruksi untuk latihan arsir garis pendek, bukan hanya garis panjang.

Arsiran Belum Mantap, Gelap Terang Tidak Akurat & Tidak Definitif

Berikut adalah mereka yang karyanya tidak terpilih karena arsiran yang belum mantap dan aplikasi gelap-terang yang tidak akurat, juga tidak definitif:

Idham Pradipta

Idham Pradipta

Firman Lubis

Firman Lubis

Cecep Nurul Amin

Cecep Nurul Amin

Riyanto

Riyanto

Berbeda dengan kategori sebelumnya, karya-karya ini lebih baik mutu arsirannya tapi masih belum mantap, belum cukup untuk mencapai standar klinik ini. Arsir yang belum mantap biasanya tidak terlalu terlihat saat membentuk obyek. Mereka yang arsirannya belum mantap sering mampu membentuk obyek dengan baik seperti terlihat pada karya Cecep. Namun kekurangan tersebut akan langsung terlihat pada saat membentuk gelap-terang. Pada pondasinya, realisme adalah persoalan cahaya yang jatuh pada obyek lalu memantul ke mata kita. Dengan begitu intensitas cahaya akan berbeda-beda dan itu harus ditafsirkan dalam aplikasi gelap-terang yang oke demi membuat ilusi tiga dimensi yang meyakinkan. Aplikasi gelap-terang dalam karya-karya ini belum mampu menerjemahkan gelap-terang secara akurat dan definitif. Gelap-terang dalam karya-karya ini lebih terlihat sekedar mengisi bidang, bukan membentuk kepejalan obyek, apalagi menggambarkan cara berpikir yang meruang. Mengapa itu bisa terjadi? Karena arsirannya belum mantap, karena jam terbang belum cukup sehingga keterampilan dan kepekaan gelap-terangnya belum terbangun. Kuncinya adalah latihan. Jadi saran saya masih tetap sama. Kalau Anda serius mau belajar realisme, stop dulu menggambar, stop dulu membentuk obyek, stop dulu membuat sketsa spontan, latih lagi arsiran dengan pensil grafit. Di klinik ini, spontanitas itu bukan untuk pemula, spontanitas itu untuk yang sudah mahir. Spontanitas tanpa keterampilan dan kepekaan itu ibarat orang belum bisa musik klasik terus mau improvisasi jazz.

Dalam kelompok ini saya sangat memperhatikan karya Riyanto. Saya sudah lama mengamati, Riyanto sudah mengikuti klinik ini selama dua tahun secara daring tapi arsirannya masih belum mantap juga. Sebagai perbandingan, Wahyudi Pratama (karyanya bisa dilihat di bagian bawah) memiliki karakter garis yang serupa dengan Riyanto. Wahyudi juga mulai mengikuti klinik ini pada waktu yang bersamaan dengan Riyanto, tapi pengendalian garis Wahyudi jauh lebih baik karena dia sudah berhasil mengendalikan energi tekanan tangannya. Riyanto belum. Garis Riyanto dan Wahyudi adalah kasus langka karena arsirannya sangat kasar. Saya sering menjelaskan bahwa cara seseorang mengarsir sangat dipengaruhi oleh cara seseorang menulis. Saya akan ulas lagi, penjelasannya begini.

Karena cara seseorang menulis adalah bentukan sejak kecil dan selalu diulang selama bertahun-tahun, itu sudah sulit diubah dan akan menjadi karakter seseorang. Ini bukan soal salah atau benar, ya. Ini karakter dan ada strategi latihannya. Saya selalu membedakan cara mengajar mereka yang arsirannya halus dan arsirannya kasar. Mereka yang tekanan tangannya ringan saat menulis biasanya cenderung mengarsir dengan halus. Sebaliknya, mereka yang menekan alat tulis dengan kuat cenderung mengarsir dengan kasar. Riyanto termasuk yang menekan dengan kuat sekali dan itu langka, kebanyakan orang tidak menekan sekuat itu. Masalahnya, energi yang berlebihan ini masih belum mampu dikuasai Riyanto sampai sekarang. Untuk itu saya punya resep khusus untuk Riyanto berlatih arsir.

1. Sediakan kertas A4, HVS 80 gsm. Gunakan pensil mekanik ukuran 0.7 mm, keluarkan isi pensil sepanjang 1 mm lalu gunakan untuk membuat arsiran pendek sepanjang 3-4 cm berulang-ulang sampai seluruh halaman terisi. Lakukan sampai 10 lembar kertas A4 penuh terisi. Kalau isi pensil menipis atau patah, keluarkan lagi sampai 1 mm dan teruskan.
2. Masih dengan pensil mekanik ukuran 0.7 mm, keluarkan isi pensil sepanjang 2 mm lalu ulangi latihan tersebut sampai 10 lembar kertas A4 penuh terisi. Kalau isi pensil menipis atau patah, keluarkan lagi sampai 2 mm dan teruskan.
3. Ganti dengan pensil mekanik ukuran 0.5 mm, keluarkan isi pensil sepanjang 1 mm lalu ulangi prosedur pertama.
4. Keluarkan isi pensil mekanik 0.5 mm sepanjang 2 mm lalu ulangi prosedur kedua.
5. Ganti dengan pensil mekanik ukuran 0.35 mm, keluarkan isi pensil sepanjang 1 mm lalu ulangi prosedur pertama.
6. Keluarkan isi pensil mekanik 0.35 mm sepanjang 2 mm lalu ulangi prosedur kedua.

Latihan ini akan memaksa Riyanto untuk mengontrol energi dari tekanan tangannya sendiri karena silinder grafit pada pensil mekanik sangat tipis dan mudah sekali patah. Kalau Riyanto sudah mampu mencapai latihan tahap keenam dan pensilnya sudah tidak patah lagi, artinya Riyanto sudah berhasil menguasai energinya sendiri.

Dalam proses latihan kelak, otot extensor digitorum communis pada lengan aktif Riyanto akan terasa pegal dan lama-kelamaan, bila dibiarkan, akan terasa panas seperti terbakar. Itu artinya otot tersebut mengalami inflamasi (peradangan), sebuah efek iritasi karena latihan yang intensif. Untuk menghindarinya, lakukan pelemasan secara teratur dan bila cukup rasanya parah, lakukan kompres dingin dan gunakan krim natrium diklofenak untuk dioleskan pada bagian yang pegal dan panas. Istirahatkan tangan dari waktu ke waktu. Latihan ini juga bisa dilakukan oleh Anda yang tekanan tangannya sangat kuat dan arsirannya sangat kasar, termasuk Rizali Alma yang karyanya tidak ada di sini.

Energi dari tekanan tangan harus bisa dikendalikan. Seorang perupa yang sudah mahir menggunakan pensil grafit akan mampu mengendalikan tekanan tangannya sehingga dia bisa membuat arsiran tipis yang sangat halus maupun arsiran kuat yang ekspresif. Garis Riyanto sangat ekspresif tapi masih liar, belum terkendali dengan baik. Saya harap energi dari tekanan tangan Riyanto bisa dikendalikan dengan latihan ini. Selamat mencoba. 🙂

Masalah Artistik

Berikut ini adalah mereka yang karyanya tidak terpilih karena kurang artistik:

Maria Lubis

Maria Lubis

Alex Turisno

Alex Turisno

Indra Hartanto

Indra Hartanto

Ganjar Fachrudin

Ganjar Fachrudin

Hadiwijaya Nugraha

Hadiwijaya Nugraha

Bagas

Bagas

Gemma Guardi

Gemma Guardi

Reza Akil

Reza Akil

Rizki Fariz

Rizki Fariz

Aulia Rahman

Aulia Rahman

Sementara dua karya berikut ini terpilih karena mutu artistiknya lebih baik:

Bastian Adi Pratama

Bastian Adi Pratama

Yogi Fahmi Riandito

Yogi Fahmi Riandito

Karya Maria, Alex, Indra, Ganjar, Hadiwijaya, Bagas, Gemma, Reza, Rizki dan Aulia tidak terpilih karena mutu artistiknya masih berada di bawah standar, sementara karya Bastian dan Yogi terpilih karena mutu artistiknya lebih baik dan lebih mendekati standar klinik ini. Khusus untuk karya Hadiwijaya dan Bagas, saya perlu menjelaskan sesuatu. Klinik Rupa dr. Rudolfo secara spesifik berhaluan realisme figuratif dengan fokus pada seni potret. Penjelasan ini tercantum di bagian profil akun Instagram saya dan di bagian penjelasan blog ini. Haluan estetik ini berasal dari tradisi seni lukis (Barat), sesuai dengan latar belakang pendidikan dan profesi saya. Dengan begitu karya dengan gaya karikatur dan ilustrasi seperti yang Anda buat tidak sesuai dengan haluan estetik Klinik Rupa dr. Rudolfo. Karya Anda berdua selanjutnya tidak akan saya bahas. Maaf, ya. 🙂 Nah, seni rupa bukan bidang eksak sehingga penilaian tidak bisa dilakukan secara kuantitatif, tapi ada yang bisa kita bahas dari kasus ini untuk bisa menjelaskan standar yang saya maksud berikut perbandingannya.

Pertama, soal pembentukan obyek. Saya sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan kemiripan obyek, karena soal mirip atau tidak mirip itu solusinya mudah. Jiplak aja kalo pengen mirip. Nggak susah, kok. Seniman profesional saja banyak yang menjiplak, jadi saya tidak pernah memaksakan pasien-pasien saya untuk mampu menyadur obyek secara akurat hanya dengan mengandalkan pengamatan mata saja. Tapi kalau sudah soal artistik, saya punya selera tertentu. Menjiplak atau tidak, saya jelas akan pilih yang nyeni. Saya tahu ini memang menyangkut selera subyektif saya, tapi nilai artistik suatu karya salah satunya juga ditentukan oleh jam terbang perupanya. Para maestro sering sudah tidak peduli lagi pada pakem-pakem yang mereka ikuti di awal masa belajar, tapi yang pasti karya mereka biasanya jadi lebih artistik. Ngawur tapi nyeni, soalnya sudah jago. Dari seluruh karya dalam kelompok ini, hanya karya Bastian dan Yogi yang lumayan nyeni, sisanya belum. Namun menyangkut pembentukan obyek, menurut saya semua karya dalam kelompok ini sebenarnya belum optimal, masih bisa ditingkatkan lagi.

Serius, lho, kalau observasi mata Anda masih belum oke tapi Anda ingin mendapatkan semangat lebih karena pembentukan obyek yang prima, jiplak aja. Karya Anda akan naik mutu realismenya jauh ke atas dalam waktu singkat. Klinik ini tidak mengharamkan teknik menjiplak. Saya juga ngejiplak, kok. Saya ingin klinik ini lebih ramah terhadap publik luas soalnya mengobservasi dengan bola mata itu lebih sulit, makan waktu, kepengajarannya harus intensif dan membutuhkan tatap muka. Itu masih sulit dilakukan oleh sebuah sanggar maya seperti klinik ini. Saya paham bahwa ada kepekaan tertentu yang akan terbentuk bila kita membiasakan diri mengobservasi obyek dengan bola mata, tapi saya mengorbankan hal itu supaya ada lebih banyak orang yang tertarik belajar realisme (secara daring). Sudah terbukti banyak pasien klinik yang motivasi maupun kekaryaannya meningkat pesat dengan menjiplak. Yang kemudian bisa dapat penghasilan karena menerima pesanan gambar/lukisan potret juga banyak. Yang tidak mau menjiplak dan ingin mengandalkan observasi bola mata saja, silakan. Kalau itu memang passion Anda, bukan masalah. Tapi kalau pembentukan obyeknya kalah sama yang menjiplak, artinya Anda masih harus belajar lagi. Saya sudah pernah membuat artikel yang menjelaskan berbagai macam teknik menjiplak di artikel Menjiplak Foto dan Menjiplak Foto Ukuran Besar di Atas Kanvas. Silakan. 🙂

Kedua. Karya Alex, Indra, Hadiwijaya, Bagas, Reza, Aulia, Bastian dan Yogi menggunakan warna, thus mendefinisi warna kulit. Di klinik ini, warna kulit adalah materi kelas Mahir, kelas Lanjutan saja belum belajar warna kulit. Dalam realisme, warna kulit manusia adalah salah satu materi paling rumit. Kerumitan itu terjadi karena warna kulit manusia tidak pernah terdiri dari satu warna tunggal dan karakternya berbeda-beda tergantung rasnya. Karya-karya ini menggunakan satu warna tunggal yang dominan untuk warna kulit, yang dibedakan hanya saturasinya. Dalam realisme kita mengenal tiga hal yang bersitarik saat membentuk figur yakni: value, hue dan chroma. Value adalah gelap-terang. Hue adalah identitas warna dasar (merah, kuning, hijau, biru, dsb). Chroma adalah saturasinya, artinya warna bisa tampil dengan brilyan, ngejreng (high chroma) atau pudar (low chroma) seperti foto tua.

Maka perhatikan hue dalam karya-karya ini. Semua karya ini hue-nya miskin, hanya ada sedikit hue di sini, yang dibedakan hanya chroma dan value-nya saja. Padahal, kulit manusia memiliki banyak hue. Ada coklat, ada kuning, ada merah, ada ungu, ada hijau, ada kelabu, ada biru. Banyak! Bila kita hanya menggunakan satu hue dan yang dibedakan hanya value dan chroma-nya saja, figur kita kulitnya nanti seperti boneka Barbie. Tidak hidup, tidak terlihat realistik. Selain itu, seakan-akan belum cukup rumit, teori warna kulit manusia masih punya satu aspek lagi yaitu temperatur. Suhu. warna kulit manusia selalu mengandung warna hangat dan warna dingin.

Temperatur dalam warna kulit manusia itu penting karena bisa memberi ilusi kedalaman dan mampu menaikkan mutu realisme karya kita ke aras yang lebih tinggi. Bagi Anda yang belum familiar dengan konsep ini, rumusnya mudah: semua keturunan merah & kuning = api = hangat. Semua keturunan biru & hijau = air = dingin. Rumus sederhana dalam membuat warna kulit adalah: shadow selalu hangat, middle-tones selalu dingin, highlight bisa dingin bisa hangat tergantung white balance-nya (kalau dikenai cahaya lilin akan hangat, kalau dikenai lampu neon putih akan dingin). White balance ini berhubungan dengan temperatur cahaya yang, dalam fotografi digital, dikenal dengan pembedaan suhu cahaya: 5400°Kelvin ke bawah suhunya hangat kekuningan, di atas 6400°K suhunya dingin kebiruan. Silakan lihat contoh warna kulit di bawah ini untuk mengenali warna hangat dan warna dingin, sekaligus variasi hue dan chroma berikut relasinya dalam kulit manusia.warna_kulitAda banyak hue dalam lukisan cat minyak ini, warnanya tidak tunggal. Highlight pada karya ini berwarna hangat tapi middle-tones-nya tetap dingin. Daerah dingin pada karya ini terlihat paling jelas di sisi kanan kita, melintang dari mulai puncak dahi ke tulang pipi obyek. Terasa, kan, warnanya beda sendiri? Itu karena temperaturnya berbeda dan walaupun warnanya sulit didefinisikan, daerah itu mengandung warna biru. Ini baru warna kulit orang bule, yang paling gampang. Warna kulit putih masih terbagi-bagi lagi, warna kulit hitam terbagi-bagi lagi, warna kulit orang Asia Selatan terbagi-bagi lagi. Rumit, warna kulit itu rumit banget. Karena itu saya nggak terburu-buru memberi materi warna kulit pada pasien-pasien saya, itu untuk yang sudah kelas Mahir. Saya membebaskan Anda untuk menggunakan media apa saja karena saya ingin melihat, siapa yang bisa membuat warna kulit dengan bagus. Hasilnya bisa Anda lihat di pembahasan berikutnya, di bawah.

Nah, kembali pada masalah artistik. Ukuran-ukuran inilah yang menyebabkan karya Bastian dan Yogi terpilih sementara yang lain tidak. Bastian terlihat sudah cukup sering menggunakan cat air sehingga bisa menonjolkan karakternya. Saya suka dengan teknik wet-on-wet yang diaplikasikan pada topi Papa Trejo. Yogi juga sudah terlihat cukup mahir menggunakan medianya dan mengerjakannya pun cepat sekali. Karya mereka berdua lebih artistik. Karena penguasaan pensil grafitnya lebih baik, karena arsiran mereka pasti lebih baik. Walaupun dikerjakan dengan cat air, karya mereka lebih mampu menerjemahkan gelap-terang dengan lebih akurat dan definitif. Bandingkan kadar gelap-terang pada karya-karya yang tidak terpilih dengan karya Bastian dan Yogi. Karya Bastian dan Yogi gelap-terangnya lebih akurat dan definitif, bukan? Itu bisa terjadi karena jam terbang mereka lebih panjang. Saya harap pada titik ini Anda bisa lebih memahami, mengapa saya selalu mementingkan pensil grafit dalam latihan realisme. Bastian dan Yogi lebih mampu menerjemahkan gelap-terang dalam karya cat airnya karena mereka sudah memiliki keterampilan dan kepekaan yang didapat karena menggunakan pensil grafit. Itu yang belum dikuasai oleh yang lain. Jadi, selamat untuk Bastian dan Yogi. 🙂

Gemma dan Rizki saya lihat sudah punya arsiran yang cukup terarah, thus jam terbangnya sudah lumayan tinggi. Namun pengerjaan karya Gemma jauh dari optimal. Saya yakin Gemma sebenarnya mampu menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Saya tidak tahu kenapa karya ini dibuat setengah-setengah, barangkali karena terbatas waktu. Rizki masih punya masalah besar dalam hal pembentukan obyeknya padahal arsirannya bagus dan kelihatannya sudah punya pemahaman gelap-terang yang lumayan. Dan saya tidak suka ada cipratan-cipratan tinta di bagian bawah karya Rizki. Apa fungsinya? Untuk ekspresi? Karya itu nggak usah “diseni-seni”, lah. Kalau karya dikerjakan dengan baik, ekspresinya akan muncul dengan sendirinya. Karya Rizki sebenarnya berpotensi untuk meningkat dalam waktu singkat. Jiplak aja dan lihat, bagaimana karya Rizki bisa melesat seperti roket taraf realismenya. Untuk Anda yang tidak terpilih di dalam kelompok ini, bila Anda serius mau belajar realisme di klinik ini, saran saya tetap sama. Latih arsiran sampai mantap dan matang.

Gelap-terang Masih Bisa Ditingkatkan

Berikut ini adalah mereka yang karyanya terpilih karena arsirannya sudah oke tapi gelap-terangnya sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi.

Thomas Harry Gunawan

Thomas Harry Gunawan

Zainul Rahim

Zainul Rahim

Sudarsono

Sudarsono

Dian Aryani

Dian Aryani

Adeka Kurniawan

Adeka Kurniawan

Asti Goenawan

Asti Goenawan

Amaya Zaisha

Amaya Zaisha

Ali Hamzah

Ali Hamzah

Kurniawan Wijaya

Kurniawan Wijaya

Iwan

Iwan

Fifi Dwi Pratiwi

Fifi Dwi Pratiwi

Selamat untuk Thomas, Zainul, Sudarsono, Dian, Adeka, Asti, Amaya, Ali, Kurniawan, Iwan dan Fifi. Karya-karya Anda terpilih untuk ikut pameran ini. 🙂 Nah, Anda semua bisa membandingkan karya-karya dalam kelompok ini dengan kelompok sebelumnya. Gelap-terangnya lebih baik, bukan? Karya-karya ini dibuat dengan media kering dan sama-sama menggunakan arsiran walaupun dalam karya Sudarsono tekniknya sedikit berbeda, disebut scriblling. Kualitas garis dalam karya-karya di kelompok ini sudah lebih baik daripada kelompok-kelompok sebelumnya, artinya jam terbang para perupanya sudah lebih panjang dalam menggunakan pensil grafit. Namun bila Anda sedang belajar teknik realisme, sesudah arsiran Anda lebih mantap, masalah berikutnya adalah pembentukan obyek dan aplikasi gelap-terang. Saya melihat hampir semua karya dalam kelompok ini masih bisa ditingkatkan lagi aplikasi gelap-terangnya.

Karya Zainul Rahim, Sudarsono, Adeka Kurniawan dan Amaya Zaisha masih bisa ditingkatkan lagi kontrasnya, terutama karya Amaya. Apa itu kontras? Kontras adalah perbedaan intensitas cahaya antara daerah yang paling gelap (shadow) dengan daerah yang paling terang (highlight). Saya selalu mengajarkan pasien-pasien saya untuk membuat karya dengan kontras yang tinggi. Penjelasannya begini. Anda pernah lihat spesifikasi televisi LED? Dalam spesifikasi tv semacam itu ada yang disebut contrast ratio, misalnya 1:1.000.000 (satu banding sejuta). Itu artinya, dari mulai generator pixel-nya mengeluarkan cahaya 0% sampai 100%, tahapannya ada sejuta. Artinya dari shadow yang paling gelap sampai highlight yang paling terang, tahapannya ada sejuta. Kontras yang tinggi mirip seperti itu: shadow-nya gelap banget, highlight-nya terang banget, dan pada middle-tones tahapannya banyak. Dalam kasus karya-karya Zainul, Sudarsono, Adeka dan Amaya, shadow-nya masih bisa dibuat lebih gelap lagi. Di klinik, mereka yang arsirannya halus, thus tekanan tangannya ringan, biasanya kurang tegas saat menghadapi shadow. Saya selalu menyarankan mereka untuk menggunakan pensil lunak 8-9B dan jangan loyo, tekan pensilnya! Dengan begitu shadow akan gelap dan kontras menjadi lebih tinggi.

Sementara pada karya Asti kita bisa melihat kontras yang lebih baik. Asti tidak ragu saat membuat shadow, shadow-nya sudah cukup gelap. Namun ada sebuah daerah flat pada middle-tones. Daerah flat ini adalah daerah dengan intensitas arsiran yang sebenarnya tidak sama, tapi secara keseluruhan masih serupa, daerah tersebut melintang dari mulai pelipis, turun sampai ke leher. Kontur tiga dimensi wajah manusia cukup rumit, hampir tidak ada daerah yang datar. Ini diterjemahkan sebagai intensitas cahaya yang berbeda-beda. Pada praktiknya, para pelukis terbiasa memicingkan mata saat melihat model dan membandingkan gelap-terangnya dengan karyanya sendiri. Memicingkan mata pada saat mengerjakan gelap-terang bisa membantu kita untuk membuat representasi yang lebih baik, termasuk untuk menghindari daerah flat seperti ini.

Karya Dian juga memiliki kontras yang baik, tapi samar-sama masih memiliki daerah flat di daerah sekeliling dua bola mata obyek. Coba perhatikan baik-baik sambil picingkan mata. Agak flat, ya? Pemecahannya sama, picingkan mata lalu bandingkan antara obyek dan karya. Sekali-sekali kita juga perlu mundur dari karya yang sedang dikerjakan. Bangkitlah dari kursi lalu lihat karya dari jarak agak jauh, misalnya sambil berdiri atau dua-tiga langkah ke belakang. Cara lain adalah: potret karya dengan hp, lalu lihat hasilnya. Saat menggambar dari jarak dekat, kita terbiasa melihat rinci dan kadang-kadang lupa pada komposisi karya secara keseluruhan. Jadi dalam menggambar, kita perlu melihat dari dekat tapi perlu juga melihat dari jarak agak jauh. Saya pernah membuat artikel khusus untuk masalah ini, artikelnya berjudul Vantage Point.

Khusus untuk karya Ali, saya sebenarnya cukup suka dengan garis yang khas pada karya Ali tapi dalam karya ini, pembentukan obyek dikorbankan demi ekspresi. Karena saya tidak sangat mementingkan kemiripan obyek dan karena karya ini masih artistik, saya memutuskan untuk memilih karya Ali ikut pameran ini. Saya tahu Ali bisa lebih tertib lagi pada bentuk karena Ali mantan murid saya, saya pernah melihat dia bekerja dan saya kenal karya-karyanya. Saya tahu sebenarnya Ali belum mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk membuat karya ini. Karya Ali saya pilih untuk memberikan variasi ekspresi dalam karya kolaborasi ini karena garisnya unik.

Karya Kurniawan dan Iwan sebenarnya sudah memiliki kontras yang baik tapi middle-tones-nya masih miskin. Tahapannya masih terlalu sedikit. Ini disebabkan karena daerah middle-tones ke arah highlight lebih dominan daripada daerah middle-tones ke arah shadow. Karya-karya mereka sekilas mirip seperti foto yang over-exposure, tapi aneh, soalnya rambutnya hitam legam dan bagus. Foto yang over-exposure kan tidak seperti itu. Jadi kontrasnya sih sudah tinggi, tapi middle-tones-nya tidak seimbang, terlalu terang dan tahapannya terlalu sedikit. Ini masih bisa diperbaiki, ya. Sementara karya Thomas menurut saya memiliki kontras yang baik dan tidak flat, tapi obyeknya kurang mirip Papa Trejo. Ini sih mirip Mang Cucu, tukang kebun saya di Bukit Dago dulu. 😀 Tapi kalau soal nggak mirip, itu sih soal kecil, ya. Sudah saya bahas pemecahannya, tapi saya suka dengan arsiran dan aplikasi gelap-terang, termasuk kontras dan balance, dalam karya Thomas. Menurut saya sudah cukup pas.

Karya Fifi punya kontras yang bagus, pembentukan obyek oke, balance oke, tapi seingat saya arsirannya lebih halus daripada ini. Fifi adalah murid saya, saya kenal karya-karyanya. Kenapa kasar begini, ya? Apa karena Fifi menggunakan konté untuk karya ini, atau ini jejak pensil Staedler lunak? Partikelnya sangat loose. Ada bagian-bagian arsir yang digosok dalam karya Fifi ini, di bagian tangan Papa Trejo. Saya tahu Fifi sebenarnya bisa membuat arsiran yang halus, bukan mengambil jalan pintas dengan cara menggosok seperti itu. Saya pikir arsiran halus Fifi lebih superior daripada arsiran kasarnya. Nah, ini dia permasalahan karakter. Seorang perupa yang mahir akan bisa berkarya dengan halus ataupun kasar, tapi hanya dengan menonjolkan karakternya sajalah karyanya akan mencapai titik optimal. Menurut saya karya Fifi bisa lebih bagus daripada ini. Lagian ngomong-ngomong, itu garis-garis bekas nge-grid mengganggu sekali. Karya ini kelihatannya jadi seperti kertas bekas yang sudah dilipat-lipat, seperti kertas bekas otak-atik judi togel aja. Tolong jangan ada garis-garis macam itu, itu mengganggu ekspresi karya Fifi.

Oke, itu dia pembahasan untuk kelompok ini. Selamat, ya, untuk Anda semua. 🙂

Karya-Karya Yang Mantap

Sesudah saya bicara panjang lebar tentang pentingnya soal A sampai Z dalam teknik realisme, berikut ini adalah mereka yang karyanya terpilih karena arsiran yang sudah mantap, pembentukan obyek yang baik, aplikasi gelap-terang sudah akurat dan definitif dalam membentuk kepejalan obyek, kontras yang rata-rata tinggi dan balance yang oke (kecuali pada karya Dody, highlight-nya kurang terekspos). Dan yang terpenting, semua karya dalam kelompok ini memiliki kualitas artistik yang bagus dengan gaya masing-masing. Ini adalah karya-karya yang memenuhi standar mutu Klinik Rupa dr. Rudolfo tanpa keraguan. Anda bisa resapi semua yang sudah saya tulis dan nikmatilah karya-karya dalam kelompok ini. Kualitas-kualitas seperti inilah yang saya cari dalam seleksi tahun ini.

Adi Satriadharma

Adi Satriadharma

Prabu Perdana

Prabu Perdana

Lulus Setio

Lulus Setio

Mariskha W.

Mariskha W.

Muninggar Witin

Muninggar Witin

Gita Eka Pratiwi

Gita Eka Pratiwi

Wahyudi Pratama

Wahyudi Pratama

Steve Gottlieb

Steve Gottlieb

Husni Mubarok

Husni Mubarok

Eti Kurniasih

Eti Kurniasih

Amelia Budiman

Amelia Budiman

Met Mangindaan

Met Mangindaan

Jamilah

Jamilah

Angga Yuniar Santosa

Angga Yuniar Santosa

Riki Himawan

Riki Himawan

Dody Sagir

Dody Sagir

Qonitah Faridah

Qonitah Faridah

Anton Susanto

Anton Susanto

Untuk karya-karya ini saya tidak punya saran apa-apa dari segi teknis karena semua sudah dicapai dengan baik. Anda hanya tinggal terus berkarya. Silakan tag dan sapa saya di Instagram/Facebook kalau Anda punya karya baru kelak. Kita bisa ngobrol, Anda bisa bertanya dan saya bisa kasih komentar. Di Instagram, jangan lupa sertakan tagar #isengtapikonstan supaya teman-teman lain juga bisa kenalan, melihat dan bertanya tentang karya-karya Anda. Supaya bukan saya aja ya, yang berbagi. Anda semua yang sudah jago juga harus berbagi, dong. Nah, selamat untuk Adi, Prabu, Lulus, Mariskha, Muninggar, Gita, Wahyudi, Steve, Husni, Eti, Amelia, Slamet, Jamilah, Angga, Riki, Dody, Qonitah dan Anton. 🙂

Warna Kulit

Berikut adalah mereka yang karyanya terpilih karena aplikasi warna kulit yang cukup berhasil.

Bravo Cindra Wahyu

Bravo Cindra Wahyu

Galuh Wiyarti

Galuh Wiyarti

Yulian Ardhi

Yulian Ardhi

Beatrix H. Kaswara

Beatrix H. Kaswara

Arief Shally Hidayat

Arief Shally Hidayat

Dalam kelompok ini, masalah arsiran, pembentukan obyek, gelap-terang, kontras dan balance, itu sudah beres semua. Tidak ada yang kurang. Walaupun karya-karya ini tidak dibuat dengan pensil grafit, penerapan gelap-terang yang baik adalah bukti bahwa perupanya sudah memiliki kepekaan yang cukup karena jam terbang dan pengalaman yang panjang. Nah, karena saya sudah membahas warna kulit dengan cukup mendalam sebelumnya, aspek warna kulit pada karya-karya ini tidak akan dibahas lagi. Prinsipnya adalah: hue, value, chroma dan temperatur dalam karya-karya ini penempatannya cukup oke. Pada karya Yulian, warna dingin pada middle-tones masih bisa dipertegas lagi pembagiannya, ya. Selamat untuk Bravo, Galuh, Yulian, Beatrix dan Arief. Yaay! 🙂

Style

Saya suka sekali dengan gaya yang muncul dalam keempat karya ini. Selamat untuk Fajar, Aryo, Irlan dan Micky. Karya mereka terpilih tanpa keraguan dan menjadi bintang dalam seleksi ini! 🙂

Fajar Gilang

Fajar Gilang

Aryo Saloko

Aryo Saloko

Irlan Sugih Pranoto

Irlan Sugih Pranoto

Micky Yudistira

Micky Yudistira

Lihat arsiran mereka semua. Mantap! Kasar maupun halus, semua arsiran dikerjakan dengan ciamik. Nyeni banget. Coba lihat aplikasi gelap-terangnya. Akurat dan definitif, ilusi tiga dimensi pada obyek berhasil dengan sukses. Kontras? Tinggi! Balance? Balanced banget! Dan lebih dari itu, style-nya sangat artistik dan setiap perupa menonjol dalam gayanya sendiri-sendiri. Betul, kan? Karya itu nggak usah “diseni-seni”, kalau jam terbang sudah tinggi, “seninya” akan keluar sendiri. Lihatlah empat karakter yang berbeda tapi semuanya kuat. Saya suka banget style pada karya-karya ini terutama pada karya Aryo dengan pembentukan obyek yang disederhanakan dan pada karya Micky dengan garis pendek repetitif yang dinamis. Ini buah kepakaran namanya. Semua kualitas ini tidak kan terwujud tanpa latihan dan jam terbang yang tinggi. Belajarnya lama lho, bisa bikin karya seperti ini. Hebat! 🙂

Rinci

Arif Setyawan

Arif Setyawan

Putri Dwi Utari

Putri Dwi Utari

Dua karya hiperrealisme dalam seleksi tahun ini. Saya sudah nggak perlu ngomong apa-apa lagi, deh. Kita tinggal duduk manis dan bengong bersama menikmati karya Arif dan Putri. Selamat untuk Arif dan Putri, karya kalian top banget. Gila, gila! 😀

Esensi Seni Potret

Herman Dante Navarro

Herman Dante Navarro

Nah, akhirnya! Ini adalah karya jagoan saya di seleksi tahun ini. Selamat untuk Herman Dante Navarro yang mengeksekusi potret Papa Trejo dengan luar biasa. Karya ini dikerjakan Herman dengan menggunakan serbuk charcoal yang diaplikasikan dengan kuas kering. Tidak ada arsiran yang kentara di sini tapi lihatlah betapa kuatnya figur ini. Lihat shadow-nya. Ini baru shadow, nih! Gelap dan kelam seperti Maut yang merayap di malam gerhana. 😀 Kita sudah tidak perlu bicara masalah teknis lagi pada karya-karya top 7 ini. Semua masalah teknis sudah kita lewati, kini yang ada hanyalah kekuatan ekspresi. Inilah yang pada akhirnya kita tuju dalam realisme. Ekspresi dan hanya ekspresi, lewat keterampilan teknik yang mumpuni, kepekaan yang terasah dengan tajam, tapi juga sekaligus kerendahan hati  dan empati karena sudah mengalami begitu banyak kegagalan dan penderitaan. 🙂 Itu namanya mastery.

Pada akhirnya, sebuah karya potret yang berhasil selalu mengandung semacam “sihir” tertentu. Dengan latihan yang tekun dan terarah, sesudah kita melalui banyak kegagalan tapi terus berkarya, sihir itu akan muncul dengan sendirinya. Saya masih belum mampu menjelaskan, apa sebenarnya sihir itu? Saya nggak tahu. Pada saat kita melihat sebuah karya potret yang luar biasa, dampaknya langsung terasa. Rasanya kayak ditendang di ulu hati, membuat kita berlutut, tunduk lalu menyerah, tapi bukan karena kalah namun karena kagum. Jadi seperti tersihir. Biasanya, begitu kita mengalami pengalaman seperti itu, citra dalam karya tersebut akan nempel di kepala sampai lama, kita akan ingat terus citra tersebut sampai mati. Sekuat itulah daya pikat karya potret yang luar biasa. Sihir itulah itulah yang membuat orang betah duduk berlama-lama menikmati karya seni. Sihir itulah yang membuat seorang kolektor rela mengeluarkan biaya berapa saja untuk bisa memilikinya. Itulah yang membuat sebuah karya selalu dibicarakan, dituliskan, dicetak dalam buku dan dikunjungi, supaya bisa dilihat langsung dan dinikmati dengan total. Herman sudah mulai mampu melahirkan sihir tersebut tersebut dalam karya ini. Nah, selamat untuk Herman. Karya Anda terpilih dengan terpuji. 🙂

*** Tamat ***

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s